Monty Suleman – Pemilik hotel Lembah Sarimas

“Sekaya apa pun orang, tidak akan sanggup membuat sehelai rumput”

Dari orang tua berdarah Ambon Monty Suleman lahir. Pemilik hotel Lembah Sarimas, Lembang ini menuturkan pengalaman hidupnya yang kaya akan makna kepasrahan, hikmah yang dapat kita ambil dari istilah “syukur”.

Apa yang Monty alami hingga saat ini bolehlah dikatakan merupakan proses pembelajaran. Berawal mula dari pengalaman hidup Monty yang ketika itu pernah mencicipi hidup di luar negeri selama kurang lebih 6 tahun. Setelah masa 6 tahun tersebut akhirnya dia pulang ke Indonesia untuk membantu orang tua. Namun karena telah terbiasa hidup dengan kondisi di Negara orang tersebut, menyebabkan Monty menjadi sakit-sakitan ketika berada di tanah air sendiri. Hanya tiga bulan setelah dia di Indonesia, ia langsung sakit. “Pada waktu itu saya lumpuh dan akhirnya dibawa ke rumah sakit”

Ketika itu Monty masih belum mengerti arti Sebenarnya dari hablumminallah dan hablumminannas. Pengalaman merasakan sakit tersebut menjadikan pelajaran berharga baginya. “saya masih inget sampai sekarang saya selalu bilang sama orang-orang, kalau ada semut saya nggak berani matiin. Kenapa? Karena waktu saya sakit dan ada semut di tangan saya, saya nggak bisa apa-apa. Ternyata kalau Allah menciptakan manusia demikian sempurna, menjadi tidak berdaya oleh seekor semut itu ternyata bisa jadi. Kunfayakun!”

“Dalam keadaan seperti itu keluarga saya datang nangis-nangis. Waktu itu saya berpikir, ya Allah kalau saya seperti robot mungkin saya tinggal di copot baterainya. Kalau ini kan tidak bisa, tidak ada tawar menawar, saya harus jalan. Akhirnya saya jalan aja..”

Kondisi sakit, memaksa Monty untuk harus seringkali berada di rumah. Terapi untuk memulihkan kondisinya pun dilakukan di rumah. Akhirnya Monty mulai rajin melaksanakan ibadah shalat. Tidak berhenti di situ saja, amalan semacam membaca yasin 3 kali setiap shalat 5 waktu pun kerap dilakukannya. “Malamnya saya baca tahlilan, nggak ngerti itu apa. Alhamdullilah akhirnya Allah membukakan suatu hal.”

Monty harus melakukan terapi yang mesti dijalaninya setiap hari, mulai dari jam delapan pagi hingga jam delapan malam. Akhirnya orang tua Monty bertemu dengan dokternya, pada waktu itu sang dokter berkata pada orang tua Monty, daripada memikirkan kondisi Monty yang seperti itu, lebih baik jika memikirkan bagaimana masa depannya. “Orang tua saya bilang, ya udahlah Mon.. daripada nyewa hotel tersebut, mendingan kita buat vila aja. Ya udah akhirnya tanah yang dibeli itu jadi hotel, sampai 18 unit.”

Hotel Lembah Sarimas
Foto: agoda.com | Suasana hotel Lembah Sarimas, Ciater – Subang

Pada waktu itu Monty sendiri yang mengomandoi proyek pembangunan hotel tersebut, dengan kondisinya tersebut, ia melakukan semuanya sambil digendong. Dapat dibayangkan bagaimana semangat yang dipunyai oleh seorang Monty, untuk dapat terus maju melanjutkan hidupnya. Ada motivasi yang menggerakan semangatnya tersebut. Ini tak lepas dari keinginannya untuk berbakti kepada kedua orangtuanya. Keinginan berbakti tersebut diwujudkan dalam kesungguhannya untuk memajukan usaha hotel Lembah Sarimas. Monty mengatakan bahwa kita sebagai manusia seharusnya itu bukan terbentuk karena lingkungan, akan tetapi lingkungan itu sendiri yang harus manusia bentuk.

Dalam menjalankan usahanya Monty banyak belajar dari buku. Berbagai buku yang terkait dengan manajemen perhotelan. Buku-buku mengenai hotel berbintang lima menjadi salah saru referensinya. Di bawah manajemen Monty, Lembah Sarimas semakin sini semakin maju. Karena melihat kesungguhan Monty dalam menjalankan usaha tersebut. Akhirnya orang tuanya menyokong lagi dengan membuat beberapa unit hotel lagi, sehingga jadilah seperti sekarang ini.

Promosi hotel ini sendiri selain dengan cara-cara konvensional, juga terbantu dengan adanya mesjid yang didirikan. Dari tamu-tamu yang menyempatkan diri untuk melakukan shalat, monty banyak bertemu dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang. Dari situ mulailah promosi dai mulut ke mulut terjadi. Tak jarang orang lebih mengetahui mesjidnya dahulu, daripada hotelnya.

Dalam pengelolaan usahanya sendiri. Tak lupa Monty selalu mewanti-wanti kepada para karyawannya, disaat adzan berkumandang, maka segala aktivitas harus dihentikan untuk segera melaksanakan shalat. Apa jadinya jika orang tua Monty terlalu memanjakannya, mungkin anaknya tidak akan bisa seperti saat ini.

Jaringan Masjid

Saat ini, selain aktivitas usaha Monty sedang mencoba mengembangkan, apa yang dia sebut dengan jaringan mesjid. Kegiatan ini merupakan pemberdayaan ekonomi mesjid, jaringan antar mesjid. Sehingga mesjid merupakan sebuah sentral kegiatan umat. Dimana di dalamnya mesjid biasa digunakan untuk berbagai macam aktivitas kehidupan masyarakatnya. Mulai dari ekonomi, politik, budaya, pendidikan dll.

Foto: pinterest | Masjid As-Saadah Ciater, Subang

Monty melihat bahwa mesjid seharusnya dapat menjadi tempat yang sangat strategis yang dapat digunakan untuk berbagai aktivitas. Meski hingga saat ini upaya untuk membuat jaringan mesjid ini masih dalam tataran konseptual, namun dia terus berupaya untuk mewujudkan gagasan tersebut.

Berkaitan dengan perasaan Monty saat ini, ia mengaku sangat bangga berada pada posisinya sekarang, karena belum tentu ada orang yang mau berada pada posisinya sekarang. Meski dengan kondisi hanya duduk di kursi roda, namun toh dia boleh dikatakan sukses dalam hidupnya. Dengan 52 unit Hotel yang dimilikinya, ditambah dengan anak istri yang melengkapi kebahagiaanya.

Leave a Comment