Angin Yang Membawa Bunga -Part. 3

Bandung, 10 September 2008 Pukul 12.55  

Masih kuingat dalam pikiranku, lima tahun yang lalu ketika kami berjanji untuk bertemu di kota tempatmu tinggal. Aku mencarimu berkeliling di sebuah mesjid yang megah, kuberanikan untuk masuk ke dalam tempat yang jarang aku jamah, sudah lama..

Kutajamkan pandangan mataku-mencoba mengenali tempat itu, seraya mencoba mencari sosok seorang wanita yang―aku agak lupa untuk mengenali wajahnya, karena kami hanya baru sekali bertemu.

Dan, ketika pikiranku masih diselimuti kegelisahan dan tanda tanya, kudapati seorang.. seperti wanita. Nampaknya, sedang duduk bersimpuh..entah, apakah dia sedang berdoa? Menungguku? Ataukah.. memainkan selularnya? sama gelisah denganku ?

Kupastikan dengan mendekatinya. Kutajamkan indera mataku-berusaha mengenalinya. Yah itu dia.. wanita yang aku cari, sedang duduk bersimpuh. Ya Tuhan.. aku tak dapat mengatakan apa yang kurasakan saat kudekati dia dan kulihat dirinya. Aura gadis itu saat itu yang bercampur dengan aura religius di dalam ruang ibadah nan megah.

“Bunga?” kusapa dia datar. Entah sapaan biasa atau sapaaan pertanyaan untuk memastikan bahwa wanita yang kusebut namanya itu adalah benar-benar wanita yang ingin aku temui.

Hanya jeda sepersekian detik ia menoleh. Tak berbeda denganku yang meraba-raba paras wajah lawan bicaranya. Ekspresinya kala itu terlihat kaget, bengong. Entah.. mungkin karena melihat pria jangkung kurus, berambut gondrong datang menyebut namanya.

“Hai!” sapanya.

Tatapannya ramah.  Ia pun tampak mencoba mengendalikan raut muka dan tindak-tanduknya. Sedikit berbasa-basi dia bertanya, “baru datang?” “dengan siapa, mana yang lain?”

Itulah saat yang manis yang mengawali kisahku bersama seorang gadis bernama.. Bunga.

***

“Bunga” Entah kenapa kedua orangtuamu memberimu nama itu. Kenapa bukan daun, batang, rhizoma, akar, atau.. umbi.

“Bunga” kata yang sakral bagiku. Kata yang dapat membuatku tertegun sejenak, memandang kosong.. hingga akhirnya aku tersadar, aku masih disini, bersama kenyataan―getir.

Kata itu akan mengasosiasikan pikiranku kepadanya, Yah..kamu!

“Bunga,” begitu dirimu memperkenalkan diri padaku pertama kali Maret 2003 yah, pertemuan yang singkat memang, Takdir membawaku untuk berangkat menuju kotamu yang indah.

Sekejap pandanganku kosong. Seolah tersihir.. saat memandang wajahmu dan mengeja dalam benakku, nama yang kau lafadkan tersebut. Yah memang betul, tak salah orang tuamu memberimu nama itu. Kamu memang.. Bunga.

Aku masih ingat, kamu paling tidak suka jika ada orang yang memanggilmu “Nga” dan kau malah lebih memilih “Bung” untuk panggilanmu sendiri, padahal kamu adalah manusia dari genre perempuan. Bung karno, Bung Hatta pantas dengan sebutan itu, tapi kamu, Bung.. kusan?

 

***Bersambung

Leave a Comment