Home Blog Page 134

Dan Air pun Bernyanyi

0

Satu atom hidrogen ditambah dua molekul oksigen cukuplah untuk membuat sebuah kehidupan terjadi. Air yang mempunyai rumusan empiris H2O, yang merupakan tempat dimana Tuhan “tinggal” (QS.13:2), adalah molekul hidup yang dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Seperti riset yang dilakukan oleh Dr. Masaru Emoto dari International Hado Membership (IHM), Jepang. Dalam penelitiannya itu Masaru meneliti air yang dikristal-es-kan, yang kemudian secara bertahap dicairkan dalam 100 cawan petri, dan ternyata hasil dari ke-100 cawan tersebut, kristal es yang mulai mencair tersebut membentuk sebuah huruf Cina yang dalam bahasa Indonesia berarti “air”. Ada kemungkinan nenek moyang bangsa Cina membuat aksara mereka berdasarkan informasi ini. Kebenaran interaksi air dengan lingkungannya benar-benar terjadi dibuktikan pula oleh IHM dengan menguji dampak musik terhadap air. Air pertama diperdengarkan simfoni Beethoven yang bernada romantis dan ceria, menjadikan pengaruh positif terhadap air. Air kedua diperdengarkan musik Chopin, “Farewell Song” (Lagu selamat berpisah) yang mempunyai efek sebaliknya daripada air yang diinteraksikan dengan musik Beethoven. Namun, fenomena yang lebih menarik berikutnya adalah ketika seorang amatir Falun Gong (sekte yang dikecam pemerintah Cina) mengatakan “terimakasih” dan “kamu bodoh!” setiap hari selama satu bulan kepada nasi yang diletakan di toples. Nasi yang dikatakan “terimakasih” mengeluarkan warna kuning serta aroma wangi yang khas, sedangkan nasi yang diucapkan “kamu bodoh” mempunyi warna hitam dan mengeluarkan aroma busuk. Teringat tentang orang-orang yang menggunakan air sebagai media untuk melakukan pengobatan. Seperti tabib-tabib yang menuliskan huruf-huruf dari bahasa tertentu (Arab, Cina, Jawa dll) yang kemudian mencampurnya dengan air untuk digunakan sebagai obat kepada pasien-pasiennya. Apakah hal itu memang mempunyai korelasitas? Mengingat hasil eksperimen Masaru beserta rekan-rekannya, yang menyimpulkan bahwa air dapat mengerti simbol, lambang bahkan bahasa-bahasa berbagai bangsa. Percobaan ini dilakukan dengan menempelkan tulisan pada gelas yang berisi air yang ditulis dalam beberapa bahasa yang sama, yang memiliki arti sama “cinta”. Hasilnya adalah sebuah bentukan kristal air yang sama walaupun ketiga bahasa tersebut berbeda (Inggris, Jepang, dan Jerman). Akhirnya, semua itu hanya menyisakan tanda-tanya besar bagi kita semua sebagai makhluk yang diberikan keterbatasan. Namun demikian, “tak ada orang yang dapat mengambil pelajaran kecuali bagi orang-orang yang menggunakan pikiran.” (QS. 2:269).  

Kontemplasi, Efektivitas Waktu, Sikap Mental

0

Sebuah Habit produktif

Oleh M Isa Jatinegara

Adalah Thomas Alva Edison yang lahir di kota Milan, Ohio, amerika Serikat 11 Februari 1847. Sejak kecilnya sangat tertarik dengan buku dan rajin melakukan percobaan-percobaan kecil ilmu pasti. Umur 12 tahun berjualan Koran di kereta api bahkan sempat menerbitkan Korannya sendiri. Sedari remaja hingga sukses, tak jarang Edison menghabiskan waktunya 20 jam sehari hingga terkadang tidak tidur selama beberapa hari hanya untuk membaca, berpikir dan bereksperimen.

Paten yang mendapatkan fee pertamanya adalah alat perekam telegraf yang di beli oleh sebuah perusahaan bernama Western Union. Berkat ketekunannya Edison banyak mendapatkan pujian. Maka wajar saja dengan apa yang ditanam olehnya, dia menuai sendiri hasilnya kelak. Yang otomatis menjadikan barat sebagai yang terdepan dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Buah dari “1001 hari” kontemplasi, pemanfaatan waktu dan mental yang tertempa

Sangat disayangkan sekali jikalau waktu kita hidup di dunia ini disia-siakan dengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Ada orang dalam sehari bisa ngurus negara, perusahaan, organisasi sedangkan ada pula orang yang mengurus dirinya sendiri saja tidak mampu. Padahal mereka diberikan modal yang sama yaitu waktu. Masalahnya adalah, sudah bisakah kita memanfaatkan waktu kita dengan baik?

Singapura, Jepang, Amerika, Israel, Bandung sama diberikan jatah waktu oleh Tuhan 24 jam sehari. Tetapi kenapa output-nya berbeda? Suatu pertanyaan yang menggelitik. Israel, negara yang mempunyai jumlah penduduk sedikit dan wilayah yang kecil mampu mendominasi dunia bersama tangan kanannya, Amerika. Singapura yang mempunyai Negara kecil sebesar Batam mampu menjadi sentra ekonomi Asia Tenggara, sedangkan Indonesia yang mempunyai Sumber daya Alam(SDA) yang melimpah malah terpuruk jatuh, siapa yang berhak disalahkan?

Bukan lawan yang jago, yang “Sakti” tapi semua ini dikarenakan kitanya saja yang memang lemah, bodoh, tidak disiplin, kurang memanfaatkan waktu dengan baik, malas berpikir, bermental pecundang, baru digebuk sedikit mewek, menyerah tanpa pernah berusaha untuk memperbaiki diri. Sudah waktunya kita memaksimalkan semua modal/potensi yang ada. Waktu, tenaga, pikiran harus kita optimalkan untuk berusaha menjadi lebih baik setiap waktunya. Biarkan elit politik ribut sibuk baku hantam, kita tidak usah ambil pusing. Tak perlu mencaci maki, menggerutu. Karena toh dengan caci maki, mengutuk tidak akan menyelesaikan masalah.

Lihatlah Damo, seorang pendeta India yang lahir pada 483M. Dia bertapa selama 9 tahun di sebuah gua dan menghasilkan 2 buah buku yang menjadi masterpiece yaitu, yi cin ching dan shii soei ching, berisikan cara melatih tubuh untuk kesehatan, panjang umur, spiritualitas dan sebagai cikal bakal kungfu shaolin yang terkenal.

Sebuah perenungan, dalam episode hidup kita, apakah kita sudah bermanfaat bagi orang lain? Masyarakat dunia? Berapa buku yang sudah anda tulis? Anda sudah bisa membuat serum untuk penderita AIDS? Wah hebat dong! Berapa banyak harta yang kita keluarkan untuk membantu saudara-saudara kita yang kekurangan? Berapa banyak waktu, tenaga dan pikiran yang kita optimalkan untuk hidup yang lebih baik!

Allah SWT berfirman dalam kitabnya sekitar 706 kali untuk menyuruh manusia, berkontemplasi, bahkan melebihi perintah shalat yang kurang dari 300 kali disebut. Ini menyiratkan signifikansi berpikir. Dengan karunia yang diberikan-Nya kita ditantang untuk menaklukan jagat raya.

Wahai kumpulan jin dan manusia jikalau kau sanggup menembus langit, tembuslah! Kau tidak akan dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. (QS. 55: 33)

Agar tulisan ini tidak sekadar bersifat provokatif, pembenaran atau pemicu dan berlebih-lebihan, maka tulisan ini akan saya framing dengan perkataan, bahwa, memang semua itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Perlu latihan yang intens yang akhirnya menjadi sebuah habit, memerlukan waktu, kerja keras, kerja cerdas, manajemen yang cakap dan tentu saja dibarengi dengan sikap tekun, telaten, tidak mudah putus asa, optimisme dan doa. Tapi juga tidak sesulit menghentikan waktu. Yang penting coba saja dulu. Kita tak akan pernah tahu semudah atau sesulit apa sesuatu sebelum kita mencobanya. Kita pernah sukses belajar merangkak, berjalan, hingga berhitung. Apakah kita harus ragu untuk mencoba belajar hal lainnya?

(Barangkali saat ini Edi sedang senyum sumringah menjadi masyarakat penghuni surga, itu merupakan pahala dari 1200 penemuanya. Nabi Muhammad saw. pernah berkata bahwa, sebaik-baik manusia adalah orang yang banyak manfaatnya bagi manusia lainnya. Edi.. Edi…cck.. cck)

Monty Suleman – Pemilik hotel Lembah Sarimas

0

“Sekaya apa pun orang, tidak akan sanggup membuat sehelai rumput”

Dari orang tua berdarah Ambon Monty Suleman lahir. Pemilik hotel Lembah Sarimas, Lembang ini menuturkan pengalaman hidupnya yang kaya akan makna kepasrahan, hikmah yang dapat kita ambil dari istilah “syukur”.

Apa yang Monty alami hingga saat ini bolehlah dikatakan merupakan proses pembelajaran. Berawal mula dari pengalaman hidup Monty yang ketika itu pernah mencicipi hidup di luar negeri selama kurang lebih 6 tahun. Setelah masa 6 tahun tersebut akhirnya dia pulang ke Indonesia untuk membantu orang tua. Namun karena telah terbiasa hidup dengan kondisi di Negara orang tersebut, menyebabkan Monty menjadi sakit-sakitan ketika berada di tanah air sendiri. Hanya tiga bulan setelah dia di Indonesia, ia langsung sakit. “Pada waktu itu saya lumpuh dan akhirnya dibawa ke rumah sakit”

Ketika itu Monty masih belum mengerti arti Sebenarnya dari hablumminallah dan hablumminannas. Pengalaman merasakan sakit tersebut menjadikan pelajaran berharga baginya. “saya masih inget sampai sekarang saya selalu bilang sama orang-orang, kalau ada semut saya nggak berani matiin. Kenapa? Karena waktu saya sakit dan ada semut di tangan saya, saya nggak bisa apa-apa. Ternyata kalau Allah menciptakan manusia demikian sempurna, menjadi tidak berdaya oleh seekor semut itu ternyata bisa jadi. Kunfayakun!”

“Dalam keadaan seperti itu keluarga saya datang nangis-nangis. Waktu itu saya berpikir, ya Allah kalau saya seperti robot mungkin saya tinggal di copot baterainya. Kalau ini kan tidak bisa, tidak ada tawar menawar, saya harus jalan. Akhirnya saya jalan aja..”

Kondisi sakit, memaksa Monty untuk harus seringkali berada di rumah. Terapi untuk memulihkan kondisinya pun dilakukan di rumah. Akhirnya Monty mulai rajin melaksanakan ibadah shalat. Tidak berhenti di situ saja, amalan semacam membaca yasin 3 kali setiap shalat 5 waktu pun kerap dilakukannya. “Malamnya saya baca tahlilan, nggak ngerti itu apa. Alhamdullilah akhirnya Allah membukakan suatu hal.”

Monty harus melakukan terapi yang mesti dijalaninya setiap hari, mulai dari jam delapan pagi hingga jam delapan malam. Akhirnya orang tua Monty bertemu dengan dokternya, pada waktu itu sang dokter berkata pada orang tua Monty, daripada memikirkan kondisi Monty yang seperti itu, lebih baik jika memikirkan bagaimana masa depannya. “Orang tua saya bilang, ya udahlah Mon.. daripada nyewa hotel tersebut, mendingan kita buat vila aja. Ya udah akhirnya tanah yang dibeli itu jadi hotel, sampai 18 unit.”

Hotel Lembah Sarimas
Foto: agoda.com | Suasana hotel Lembah Sarimas, Ciater – Subang

Pada waktu itu Monty sendiri yang mengomandoi proyek pembangunan hotel tersebut, dengan kondisinya tersebut, ia melakukan semuanya sambil digendong. Dapat dibayangkan bagaimana semangat yang dipunyai oleh seorang Monty, untuk dapat terus maju melanjutkan hidupnya. Ada motivasi yang menggerakan semangatnya tersebut. Ini tak lepas dari keinginannya untuk berbakti kepada kedua orangtuanya. Keinginan berbakti tersebut diwujudkan dalam kesungguhannya untuk memajukan usaha hotel Lembah Sarimas. Monty mengatakan bahwa kita sebagai manusia seharusnya itu bukan terbentuk karena lingkungan, akan tetapi lingkungan itu sendiri yang harus manusia bentuk.

Dalam menjalankan usahanya Monty banyak belajar dari buku. Berbagai buku yang terkait dengan manajemen perhotelan. Buku-buku mengenai hotel berbintang lima menjadi salah saru referensinya. Di bawah manajemen Monty, Lembah Sarimas semakin sini semakin maju. Karena melihat kesungguhan Monty dalam menjalankan usaha tersebut. Akhirnya orang tuanya menyokong lagi dengan membuat beberapa unit hotel lagi, sehingga jadilah seperti sekarang ini.

Promosi hotel ini sendiri selain dengan cara-cara konvensional, juga terbantu dengan adanya mesjid yang didirikan. Dari tamu-tamu yang menyempatkan diri untuk melakukan shalat, monty banyak bertemu dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang. Dari situ mulailah promosi dai mulut ke mulut terjadi. Tak jarang orang lebih mengetahui mesjidnya dahulu, daripada hotelnya.

Dalam pengelolaan usahanya sendiri. Tak lupa Monty selalu mewanti-wanti kepada para karyawannya, disaat adzan berkumandang, maka segala aktivitas harus dihentikan untuk segera melaksanakan shalat. Apa jadinya jika orang tua Monty terlalu memanjakannya, mungkin anaknya tidak akan bisa seperti saat ini.

Jaringan Masjid

Saat ini, selain aktivitas usaha Monty sedang mencoba mengembangkan, apa yang dia sebut dengan jaringan mesjid. Kegiatan ini merupakan pemberdayaan ekonomi mesjid, jaringan antar mesjid. Sehingga mesjid merupakan sebuah sentral kegiatan umat. Dimana di dalamnya mesjid biasa digunakan untuk berbagai macam aktivitas kehidupan masyarakatnya. Mulai dari ekonomi, politik, budaya, pendidikan dll.

Foto: pinterest | Masjid As-Saadah Ciater, Subang

Monty melihat bahwa mesjid seharusnya dapat menjadi tempat yang sangat strategis yang dapat digunakan untuk berbagai aktivitas. Meski hingga saat ini upaya untuk membuat jaringan mesjid ini masih dalam tataran konseptual, namun dia terus berupaya untuk mewujudkan gagasan tersebut.

Berkaitan dengan perasaan Monty saat ini, ia mengaku sangat bangga berada pada posisinya sekarang, karena belum tentu ada orang yang mau berada pada posisinya sekarang. Meski dengan kondisi hanya duduk di kursi roda, namun toh dia boleh dikatakan sukses dalam hidupnya. Dengan 52 unit Hotel yang dimilikinya, ditambah dengan anak istri yang melengkapi kebahagiaanya.

Tujuh Jurus Rahasia Download Gratis

0

Sebagai orang yang selalu berinteraksi dengan internet, saya melihat masih banyak orang baik pemakai

internet awam dan sudah terbilang lama/mahir menggunakan internet, belum mengetahui bagaimana cara menggunakan internet dengan efektif. Padahal, dengan metode tertentu ada cara atau rahasia untuk mendownload gratis apa pun sepuasnya, di internet.

Tentunya wajar saja, apalagi di dunia internet selalu ada perkembangan baru setiap waktunya, semuanya berubah dengan sangat cepat.

Namun, tahukan Anda bagaimana cara menggunakan internet untuk mendapatkan pelbagai informasi yang diperlukan dengan CEPAT dan AKURAT?

Tahukan Anda bagaimana menggunakan internet untuk mendownload aneka macam file seperti mp3, video, ebook, dokumen, template, script, film, games dengan cara yang gratis dan unlimited?

Ini adalah sebuah pengetahuan mutlak dan fundamental yang harus dimiliki siapa saja yang hidup di era internet. Ini adalah sebuah pengetahuan yang harus diketahui bagi siapa pun juga yang menggunakan internet dalam aspek kehidupannya.

Rahasia Download Gratis

Sebagai contoh singkat, yang sederhana, dan pasti Anda tahu… misalnya teknik mencari informasi dengan mesin pencari seperti google.

Untuk mencari informasi apa pun, kita tentu terbiasa menggunakan google sebagaitools utamanya, meski saya pun yakin tidak semua orang tahu bagaimana cara memaksimalkan google untuk kebutuhannya sendiri.

Ada beberapa trik, teknik, atau rahasia yang boleh jadi Anda pun tidak tahu sebagaimana masih banyak orang yang tidak tahu.

Ambilah contoh kecil, dengan perintah-perintah khusus ataupun operator-operator yang terdapat dalam google guna memkasimalkan pencarian.

Kita acap hanya mengetikkan kata kunci atau varian dari kata kunci tersebut untuk mencari informasi. Misalnya saja, jika Anda mencari ebook. Anda hanya mengetikkan kata kunci “ebook” atau download ebook

gratis”, atau juga “free ebook” dan semacamnya.

Padahal, Anda bisa menggunakan teknik khusus seperti misalnya “ebook” filtype: pdf|exe|rar|zip|txt

atau “judul ebook” site:rapisdhare.com|ziddu.com|mediafire.com

atau tahukah Anda penggunaan tanda *

bagaimana dengan define? Semisal untuk define:philanthropy

Itu hanya contoh kecil saja, masih banyak teknik dan trik lainnya yang bisa Anda terapkan untuk mendownload suatu file… ya, dengan gratis tentunya.

Atau tahukan Anda, di mana sumber-sumber terbaik untuk mengunduh mp3, film, ebook, dokumen, script, games, video, dan produk digital lainnya?

Untuk koleksi eBook terlengkap, salah satunya Anda bisa mengunjungi www.library.nu, situs ini merupakan pindahan dari gigapedia.com. Coba saja Anda sambangi, ada ratusan ribu judul eBook yang dapat diunduh dengan cuma-cuma.

7 Jurus Rahasia Download Gratis Sepuasnya

Pengalaman saya malang melintang di dunia online dalam mencari aneka informasi atau mendownload anekamacam file akhirnya saya tuliskan dalam bentuk eBook yang tebalnya sekira 100 halaman lebih, berjudul 7 Jurus Rahasia – Rahasia download 100% gratis sepuasnya!

eBook tersebut merupakan intisari terbaik metode mencari informasi dan mendownload apa pun: mp3, film, ebook, script, template, video, lagu, grafis dan lain sebagainya dengan gratis 100% sepuasnya.

Metode ini adalah yang TERBAIK, dalam menemukan apa pun dengan CEPAT dan AKURAT. Anda bisa menggunakan teknik-teknik untuk untuk kebutuhan hiburan, penunjang studi, ataupun untuk keperluan karier dan bisnis Anda. Ingat, ini kan era informasi! Informasi adalah kuncinya.

Nah, teknik pencarian google yang saya singgung di atas, dalam eBook ini ada pada Jurus Pertama, sedangkan metode menyambangi situs-situs donload populer sepertiwww.library.nu ada pada Jurus Ketujuh.

Selamat mendownload dan menempuh rimba maya, banyak kejutan menanti!

Kereta Kehidupan

0

‘Kahuripan’ nama kereta ini. Sebuah kereta kelas ekonomi yang membawaku menuju Yogyakarta. Lucunya, kahuripan dalam bahasa indonesia berarti ‘kehidupan’. Sesuai dengan potret kehidupan sebagian masyarakat kita di dalam gerbong-gerbong Kahuripan.

Oleh Isa Jatinegara

Aku berdiri di sini bersama keramaian menatap ke arah cahaya lampu yang menyorot dari barat stasiun Kiaracondong. Tubuh besi itu merayap pelan-perlahan masuk ketempat pemberhentian. Jes-gejes-gejes, berat suara khasnya menggelitik telinga.

Kereta kelas ekonomi Kahuripan yang dijadwalkan tiba pukul 19.40 WIB tersebut, tiba tepat waktu.

Kereta itu cukup panjang dengan beberapa gerbong berbalut cat merah dan biru dongker.

Semua orang bersiap-siap ketika kereta mulai masuk dengan perlahan.

Setelah ia benar-benar berhenti, orang-orang yang berada di peron langsung bergegas masuk ke dalam gerbong. Segera saja kuikuti langkah mereka.

Lalulintas di dalam gerbong benar-benar sesak. Belum lagi keluar orang yang akan turun, para penumpang yang di luar sudah terlebih dahulu naik. Sehingga semua orang harus berjejalan di dalam. Sebuah pemandangan yang tak akan ditemukan jika kita menggunakan kereta kelas bisnis, lebih-lebih eksekutif.

Tempat dudukku berada di gerbong tengah. Ketika kutemukan kursi itu telah ditempati orang, aku pun memilih pindah ke sebelahnya─21 D.

Pemandangan lazim di sini adalah para pedagang yang langsung menjajakan dagangannya semenjak penumpang mendapatkan kursinya masing-masing.

“Nasi..nasi” kata seorang ibu.

“kopi.. kopi, teh..” sambut yang lainnya.

Kehadiran para pedagang itu cukup meramaikan keadaan di dalam gerbong Kahuripan.

Setelah cukup lama kereta berhenti. Peluit ditiup, Tanda kereta akan berangkat. Ketika kereta mulai berjalan, waktu menunjukan pukul 19.52 WIB. Ia berjalan, merayap pelan hingga nanti kecepatan bertambah sampai batas maksimalnya.

Jes-jes-jes

Kereta melintasi rumah-rumah penduduk di kanan-kirinya. Biasanya, orang-orang yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan jalur kereta tak akan terganggu dengan suara kereta yang berat. Mereka telah terbiasa setiap harinya mendengarkan suara-suara itu.

Selain areal pemukiman, si tubuh besi ini melintasi areal persawahan dan perkebunan. Sayang, karena malam aku tak bisa melihat dengan sempurna semua keindahan yang hanya sekali waktu dapat dirasakan.

Stasiun pemberhentian pertama dari Kiaracondong adalah Rancaekek. Waktu menunjukan pukul 20.02 WIB. Para penumpang dari stasiun itu masuk mengisi kursi-kursi yang masih kosong. Tempat duduk yang tadi hanya diisi olehku saja kini ditempati oleh seorang bapak, yang denganku berhadapan anak gadisnya yang akan menikah, serta seorang lelaki muda sebaya denganku yang terlihat sangat lelah.

Satu hal yang menyenangkan bepergian dengan kereta api lintas provinsi seperti saat ini adalah, dua suku berada dalam satu kereta yang sama. Dua bahasa, dua kebudayaan. Sunda dan Jawa. Mendengarkan logat bahasa ketika mereka bercengkerama benar-benar meninabobokanku. Menyenangkan.

Stasiun Cibatu, 21.25 WIB.

Setelah sampai disini, aku baru sadar, kereta ini terlalu sepi..

Ada pertanyaan yang muncul di kepalaku, Ke mana para pengamen?

Ini terlalu aneh, tak biasanya.. Lebih tertib, sangat tenang..

Yang ada semenjak tadi hanyalah para pedagang yang menjajakan dagangannya yang jika aku hitung terdiri dari 18 lebih jenis dagangan yang dijajakan. Mulai dari kaos kaki, alat tulis, makanan, boneka kelinci, teka-teki silang sampai hiasan kaligrafi ataupun jam tangan. Mereka tak henti-hentinya menawarkan apa yang mereka punya. Salah satu potret masyarakat kita tergambarkan jelas dalam gerbong kereta kelas tiga ini. Perjuangan orang-orang kecil yang berusaha bertahan hidup dengan berjualan di dalam kereta, termasuk para pengamen yang sejak tadi aku nantikan. Kehidupan yang sama sekali jauh dari kemewahan.

Di sepanjang perjalanan lamunanku kubiarkan mengembara. Sesekali kutarik ia kembali ke belakang. Mengenang masa-masa lalu, apa yang telah aku alami. Sesak dada ini jika teringat akan orang-orang yang kita cintai jauh berada, atau telah tiada. Rasanya bagai ditusuk sesuatu yang bahkan lebih tajam dari sebilah belati. Berat-menusuk-dingin.

Sesekali pula kuajak pikiranku menjelajahi masa depan. Apa yang ada di depan sana?

‘misteri kehidupan’ kata orang-orang.

Berikutnya, lalu siapa? Besok ? Lusa Siapa? Seribu wajah datang dan pergi menyisakan seribu kenangan menyaru.

Seandainya aku dapat membalik waktu, ingin rasanya aku rangkul mereka, sebentar saja, sebentar saja!

Dan setiap malam aku putar mesin mimpiku, bermain bersama mereka Wajah - wajah yang aku sayangi hingga esok pagi aku terbangun dengan linangan air mata..

Dengan menggenggam sebuah kamera foto dan polah tingkahku yang mondar-mandir, membuatku menjadi pusat perhatian orang–orang di kereta.

Sebisa mungkin kucatat semua hal yang ada di gerbong-gerbong ini. Mulai dari berapa stasiun yang aku lewati, lengkap dengan waktu tibanya. Juga termasuk orang-orang yang tersimpan dalam gulungan rol filmku.

Total Stasiun semenjak pemberangkatan sampai tiba di Lempuyangan berjumlah 16 stasiun. Kuharap catatanku benar.

Hal yang harus dimaklumi juga adalah toilet yang berada di ujung setiap gerbong. Bau pesing yang tak asing itu kentara tercium. Entahlah, apakah untuk mendapatkan toilet yang lebih nyaman memang memerlukan dana yang cukup besar.

Macam-macam juga bawaan para penumpang. Selain tumpukan tas-tas diatas rak penyimpanan. Ada juga yang membawa furniture meja kecil, sepeda motor yang diikat oleh rapia di gerbong paling belakang. Juga sepeda BMX yang disimpan di dalam sebuah toilet.

Di dalam kereta kusempatkan berkeliling, memotret sana-sini.

Kulihat seorang bapak berambut putih duduk meringkuk menghadap keluar kereta. Ia di depan pintu dekat sebuah toilet.

Entah, apakah ia tidak mendapatkan tempat duduk, tapi kulihat masih ada beberapa tempat duduk yang masih kosong. Kukira ia tidak mempunyai uang untuk ditukar dengan sebuah tiket kereta kelas tiga.

Sengaja ia tidak kuusik, khawatir mengganggu istirahatnya. Kubidik saja ia dengan satu-dua jepretan.

***

Setelah melewati Tasikmalaya, ingin kucoba segelas teh manis hangat yang biasanya dijajakan oleh petugas dari bagian restorasi. Harganya standar, dua ribu rupiah.

Slurp.. kuminum seteguk, lalu seteguk lagi. Menurut indera pengecapku, rasa tehnya tidak enak. Berbeda dengan teh yang biasa aku nikmati. Tehnya sangat transparan.. tidak kental dan tidak begitu manis. Tapi lumayanlah.. sebagai penghangat di kala malam.

Sudah berjam-jam aku menunggu, para pengamen itu belum juga terlihat batang hidugnya. Nampaknya pihak pengelola per-kereta apian telah membuat larangan untuk mengamen dalam kereta.

Dugaanku benar!

Ketika kukonfirmasikan hal tersebut kepada para karyawan PT KAI di bagian restorasi, mereka membenarkan mengenai larangan tersebut.

PT KAI menyewa dua orang petugas dari kepolisian Kediri guna menjaga keamanan di kereta Kahuripan. Para polisi ini ditugaskan oleh komandannya sesuai permintaan pihak PT KAI.

Menurut Nurohman dan M. A. Rivai petugas dari Samapta Kediri yang mengawal Kahuripan tersebut, Sistem keamanan ini baru dimulai sejak 2 bulan yang lalu.

Alasan dari pengamanan ini adalah karena banyaknya keluhan dari penumpang kereta kelas ekonomi, teristimewa Kahuripan. Mereka mengeluhkan mengenai banyaknya pengamen yang acapkali menganggu kenyamanan di sepanjang perjalanan.

Di antara pengamen-pengamen ini ada yang meminta uang dengan paksa, membangunkan penumpang yang sedang terlelap tidur, dan tak jarang di antara mereka melakukan tindakan-tindakan fisik seperti menggeplak kepala penumpang.

Atas alasan-alasan itu pulalah, pihak PT. KAI melakukan langkah responsif guna memberikan layanan yang lebih baik untuk para konsumennya.

Banyak yang ingin aku tanyakan kepada kondektur yang bertanggung jawab di kereta tersebut. Hanya saja sayangnya, kondektur yang aku temui enggan berkomentar menjawab pertanyaan-pertanyanku. “Lebih baik tanyakan saja kepada Kadaops,” ujarnya.

Si bapak yang satu ini memang agak sulit ditaklukan. Sampai akhirnya obrolan berakhir, karena penggantian kondektur dilakukan. Aku tidak mendapatkan informasi mendetail yang imgin kuketahui. Bahkan permintaanku untuk memotret di ruang kemudi ditolaknya mentah-mentah. Dengan alasan dia hanya menjalankan tugasnya dan harus ada izin dari kepala daerah operasional (Kadaops). Tapi setidaknya dengan obrolan singkat tadi, menyiratkan ada sesuatu yang terjadi, terutama berkaitan dengan tidak adanya pengamen yang biasa terlihat, dan aku punya rencana..

***

Seperti rencanaku sebelumnya. Aku akan nekat masuk ke ruang kemudi untuk memotret.

Salah satu yang menguatkan tekadku adalah bayangan tentang sunrise yang bisa aku rekam dengan kamera fotoku melalui jendela depan ruang kemudi, pasti indah..

Ketika tiba di Kebumen pikiranku terfokus kepada bagaimana caranya aku bisa naik ke ruang kemudi di depan sana. Saking inginnya, aku sampai lupa mencatat jam berapa tiba di stasiun ini. Padahal dari awal keberangkatan aku selalu mencatat setiap kali tiba di setiap stasiun.

Segera saja kugendong ransel dan gembolan kantong berisikan peralatan fotografiku.

Aku turun dan langsung berlari menuju ruang kemudi. Aku harus cepat, kereta ini tidak berhenti lama.

Akhirnya sampailah aku di depan. Kudongakan kepalaku. Kulihat bayangan orang didalam sana. Ia menoleh ke arahku.

Kuacungkan saja kartu pers-ku. “wartawan pak! Minta izin motret di dalam,” kataku berharap.

Kulihat mereka yang di dalam berbicara.

Keyakinanku 50:50 untuk dapat izin masuk

“Mau motret apa?” tanya orang di dalam.

“Cahaya matahari jam setengah enaman pak”

“Kalau gitu nanti saja jam segitu”

“Saya mau motret dalam ruang kemudinya sekarang,” alasan yang kurang punya hujjah sebetulnya. Tapi toh akhirnya mereka mengizinkan masuk.

“addaw..” lirihku menahan sakit jari yang terjepit pintu— yang ke tiga kalinya sejak aku di kereta.

***

Di dalam ruangan itu ada seorang masinis yang bertanggung jawab mengemudikan kereta tersebut. Lalu, Seorang asistennya yang tadi berbicara denganku, dan ketiga orang bukan staf PT KAI. Sepertinya mereka penumpang gelap—orang yang naik kereta dengan alasan tidak mempunyai uang. Peraturan adalah peraturan, namun hati nurani masinis dan asistennya adalah lain hal.

Ruangan itu tidaklah begitu luas mungkin jika ditaksir sekira 2 x 2,5 Meter. Tempat itu gelap tanpa pencahayaan. Cahaya satu-satunya selain lampu indikator yang menunjukan kecepatan kereta adalah remang cahaya bulan di luaran sana.

Aku berdiri di samping belakang masinis. Ketiga penumpang ilegal itu rebahan di tempat yang agak kosong di sisi kiri kereta. Di atasnya duduk asisten masinis tadi.

Kalau tak salah jam, selularku pada waktu itu menunjukan pukul tiga-an. Berarti aku akan berdiri disini sekitar 2 jam sebelum akhirnya tiba di Lempuyangan. Tidak begitu buruk, aku pernah dapat yang lebih buruk dari ini.

Derum mesin kereta terdengar lebih keras di sini. Sejak tadi aku belum tidur barang sedetik pun..

Satu-satunya alasan mengapa ada orang dapat menikmati tidur disini adalah, rasa lelah.

Lampu indikator kereta tersebut naik turun. Kecepatan maksimal yang sempat aku rekam mencapai 92 Km/jam. Sesekali sang masinis mengurangi kecepatan. Sesekali pula sang masinis menarik tungkai yag ada di sisi kirinya, membunyikan peluit khas kereta api, pertanda kereta api lewat.

Tut-tut-tut

***

Foto: kompasiana.com

Ketika kami tiba di Yogyakarta waktu menunjukan sekira pukul limaan. Kereta begitu saja melewati stasiun Tugu. Tugu memang bukan perhentian kereta kelas tiga seperti Kahuripan ini.

Kereta terus berlalu meningalkan Tugu. Aku tak hentinya memandang ke luaran sana. Memandang kanan-kiri Yogyakarta. Ada sebuah kerinduan dalam hati.

Kereta kembali melambat, merayap lagi hingga akhirnya indikator di depan menunjukan angka nol. Dalam beberapa menit kereta telah sampai di Lempuyangan.

Semua yang ada di ruangan tersebut turun, termasuk masinis dan asistennya.

“Makasih Pak!” teriakku pada kedua petugas itu.

***

Setelah puas beberapa saat duduk di stasiun, aku keluar melewati pintu utama. Di luar telah siap tukang becak, ojeg dan taksi menyambut setiap tamu yang keluar dari stasiun.

“Taksi mas?” tawar salah satu dari mereka.

Dengan gestur tangan aku mengisyaratkan menolak tawaran mereka. Aku ingin berjalan saja.

Sekarang Pukul 05.00 pagi.

Yogyakarta nampaknya masih terlelap tidur. Kuputuskan melewati kawasan Hayam Wuruk. Terlihat di pinggiran jalan satu-dua pedagang yang menjual nasi, sepertinya gudeg.

Selewat aku menerawang. Banyak kenangan di sini.

Tidak seperti satu-dua tahun lalu ketika aku berada di sini. Perasaanku kali ini tidak menggebu lagi. Barangkali karena aku sadar, tak ada lagi yang kunanti di bawah langit Mataram. Harapan itu lenyap, bersamaan dengan genggaman yang kulepaskan di Vredeeberg.

Setelah berjalan cukup jauh, tibalah aku di pertigaan. Bingung memilih jalan mana yang kutempuh. Lurus terus ke depan atau belok ke kanan. Lucu juga pikirku. Seperti teka-teki kehidupan. Kita hanya bisa mengira-mengira apa yang ada di depan sana…

Fin

Berani Menundukan Realitas

0

Sebuah kajian “malu-malu” budaya intelektual kita

Lagi-lagi saya seperti orang gila. Memikirkan banyak hal yang mungkin bagi kebanyakan orang mustahil—tidak terpikirkan. Kegilaan saya kali ini adalah mencoba menularkan kegilaan pada orang lain. Saya ingin mencoba berkomunikasi dengan orang-orang yang lebih luas lagi melalui tulisan ini. Mereka tidak perlu mengetahui jatidiri, sifat dan keseharian saya. Dialog ini cukup berlangsung dalam tataran tekstual yang mencoba merepresentasikan gagasan dalam pikiran kepada pembacanya.

Tentu saja, komunikasi sudah terjalin ketika audiens telah membaca dan memaknai pesan tekstual yang tersurat di dalamnya. Persoalan yang dimunculkan adalah berkaitan dengan masalah intelektual, budaya baca-tulis, budaya kritis yang semuanya saling terkait. Apakah tingkat kecerdasan orang-orang Indonesia lebih rendah daripada orang-orang luar?

Pertanyaan ini muncul ketika mengamati pengetahuan, referensi-referensi Barat yang menghegemoni di Indonesia. Tak bisa dinafikan bahwa bahasa Inggris memainkan peranan utama dalam transfer gagasan. Penguasaan terhadap media, teristimewa internet menjadi alasan lainnya pada era sekarang yang membantu difusi referensi yang diproduksi Barat. Kita seringkali menjadi konsumen dalam segala hal, sedikit yang menjadi produsen. Apakah kita tidak akan mengimbangi dengan proaktif menjadi produsen dalam referensi ilmu pengetahuan?

Kenapa kita tidak menulis gagasan-gagasan kita sendiri secara orisinil. Satu contoh kecil, saya akan dengan berani menawarkan gagasan mengenai realitas. Gagasan ini tidak saya kutip dari pakar manapun. Ia orisinil, meski mungkin secara tidak langsung di balik tercetusnya ide tersebut mungkin ia merupakan bentukan dari gagasan-gagasan yang sudah ada. Bukankah “Tidak ada yang baru di bawah matahari.”

Saya membagi gagasan tentang realitas/kesadaran menjadi tiga, yaitu; realitas umum, khusus dan mutlak. (1) Realitas umum, merupakan keadaan yang terjadi di alam fisik tertentu dan dipersepsi sama oleh kebanyakan orang. Misal, merah itu warna bukan hitam, api itu bersifat panas dan dapat membakar. (2) Realitas khusus merupakan keadaan yang dipersepsi secara khusus oleh masing-masing orang. Ia bersifat personal dan subjektif. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan fisiologi manusia, keterbatasan indera, tingkat kecerdasan, serta pengalaman dan latarbelakang masing-masing individu. (3) Realitas mutlak merupakan keadaan objektif, di mana tidak seorang pun yang akan membantahnya. Dalam kenyataan ini ia merupakan sebuah kenicscayaan.

Realitas ini disimbolkan dalam banyak kebudayaan dan masanya tersendiri. Lambang yin-yang dalam Taoisme, Bintang daud dalam lambang orang Israel, wajah semar senyum namun sekaligus bersedih. Kosong tapi berisi-berisi tapi kosongnya dalam budhisme, atau misal dalam ajaran manunggaling kawula gusti. Ia merupakan penyatuan paradoks. Bukankah siang-malam, pria-wanita merupakan sebuah paradoks yang berasal dari sesuatu yang tunggal? Bahasan mengenai kesadaran mutlak ini banyak dibahas dalam psikologi transpersonal.

Saya dengan beraninya mengemukakan ide tersebut, beserta istilah yang dipakainya secara arbitrer (sewenang-wenang). Ia mungkin akan diterima, ditolak atau disempurnakan lagi oleh orang lain. Namun, berani memuntahkan isi pikiran itulah sebuah mental yang harus dibangun secara kultural. Belum tentu referensi-referensi yang mereka tawarkan benar. Dan belum tentu pula sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat kita.

Contoh kasus, ketika kita disuguhkan kajian-kajian dan hasil penelitian ilmuwan Barat dalam ranah ilmu komunikasi. Dalam kajian mengenai gesture misalnya, apakah isyarat tubuh yang sama dalam budaya yang berbeda dapat ditafsirkan sama? Tentu saja ada nilai-nilai yang bersifat universal, Namun dalam hal ini, referensi seperti itu hanya dapat dipakai sebagai pembanding, lebih jauh ia dibahas dalam ranah komunikasi antarbudaya.

Kutip-mengutip merupakan kejadian lazim dalam dunia akademik. Seyogyanya pemikiran-pemikiran orang-orang kita harus juga dapat menjadi acuan Barat, setidaknya ia harus membumi di tanah sendiri. Kenapa kita tidak berteori-teorian tentang sesuatu.

Tidak hanya membaca buku, membaca alam dan gejala sosial secara mandiri pun harus dilakukan. Mungkin kita berpikir filsafat-filsafat personal kita, teori-teorian kita tidak pantas ditawarkan pada dunia intelektual. Bahkan meski ia berawal dari filsafat konyol, ia berpotensi menjadi sebuah teori yang mengagumkan, siapa sangka?

Sikap skeptis yang berlebihan, mental-mental looser, menerima apa adanya dan paradigma “kita tidak bisa” harus diruntuhkan. Terkait dengan masalah mengubah kenyataan yang ada sekarang, ketika saya menuliskan paparan ini, maka berarti saya sedang mencoba mentransfer sebuah kesadaran kepada orang-orang yang membacanya.

Seperti saat saya mengemukakan bahwa kita harus berani tampil mengemukakan pikiran orisinil kita, dalam hal ini berbentuk tulisan (artikel, buku dll). Termasuk uraian bahwa kita tidak lebih bodoh dari orang-orang “Barat”, dan bahkan mampu melampaui mereka yang secara kultural telah lebih dahulu membangun imperium intelektualnya.

Ketika pikiran Anda mengamini gagasan saya, maka telah terjadi suatu perubahan realitas (khusus), dan dengan realitas yang baru saja ditransfer tersebut akan mengejewantah menjadi kejadian-kejadian fisik (perkataan dan tindakan). Dengan kesadaran yang baru itu mungkin Anda akan mulai menulis buku, dengan élan orisinilitasnya berusaha memuntahkan isi pikiran Anda. Artinya kenyataan hidup (realitas khusus) telah berubah—ia ditundukan.

Kenyataan hidup diproduksi, diciptakan oleh kita sendiri. Dapat dibayangkan bagaimana jika sebuah kesadaran positif seperti ini telah ditransfer kepada banyak orang, menyebar seperti virus dan membudaya.

Kalau Anda setuju, mungkin ini saat yang tepat menguji keberanian kita, memperlihatkan gagasan yang terkubur di kepala yang malu-malu untuk keluar, dan mungkin sangat post-colonial.

Memuntahkan isi pikiran, menulis, berkarya dan lemparkan ia sejauh mungkin. Lihat, seberapa jauh ia melambung. Apakah kita berani mendobrak ketabuan-ketabuan itu?

Hari-hari Seorang Paranoid

0

Hujan pagi ini tidak mengubah suatu apapun
Yang ada hanyalah guyuran air yang membasahi tubuh ini
Nampaknya..
rasi bintang masih belum berpihak sayang!
Dan rasa – rasanya badut badut itu seperti terus
menatapku…..
Menertawakanku, menanatangku berkelahi

Mmmh..Ada sesuatu yang berdenyut dikepalaku, rasanya sakit sekali
Merah aku rasakan hitam, biru aku artikan putih. Tak pernah aku bisa membedakan bahagia atau sedih
Bagiku semuanya sama ! sesuatu yang acak tak terdefinisikan hanya dapat aku rasakan saat ini dan belum tentu tujuh menit nanti

Melihat wanita aku sembunyi dibalik celana dalamku yang aku lipat di
kedalaman fikiranku, jauh dibawah nalar.. terasing dari dunia nyata

Mimpi – mimpi yang sama setiap malam
Berulang dan terus berulang…kenapa? katakan Tuhan!

Sementara roda nasib terus berputar
aku bergelut dalam kenisbian waktu
Berjalan diantara lalulalangnya manusia
Kupandangi mereka satu persatu
Ajaib!
mereka..mereka tertawa, saling tegur sapa
Mungkin itu yang menjadikan dunia ini terasa indah,
bukan begitu sayang?

Satu dari milyaran laki – laki,
jauh dari bintang yang berkelip dimalam hari
Sebuah dari beberapa..
Milyaran tahun cahaya dari singgasana Tuhan,
catatlah aku sebagai seorang
……paranoid!

Kupu-kupu

0

bunga bunga bunga bunga

bunga bunga bunga bunga bunga

bunga bunga bunga bunga bunga bunga bunga

bunga

Indah bunga satu tone dengan kupu-kupu yang terbang di hutan

 

Kupu kupu kupu kupu

kupu kupu kupu kupu kupu kupu

kupu kupu kupu kupu kupu kupu kupu kupu

kupu kupu

Tapi kupu-kupuku sekarang

Bukan kupu-kupu yang kupu-kupu

Karena kupu-kupuku yang kupu-kupu sudah mati

Dipaksa atau terpaksa mati

Dihancurkan oleh kekuatan sang penguasa

Yang berkuasa atas teknologi

Yang berkuasa atas kata-kata

dengan dalih pembangunan

Pembangunan apa?

Rumah kupu-kupu itu di-buldoser

Rata dengan tanah

Habitat mereka musnah

Ekologi rusak

Satu lagi ketidakadilan

Satu lagi spesies dari kerajaan insect musnah

Digantikan dengan beton

 

Sebeton beton-nya beton

Beton juga menangis

Seperti anak kecil

Seperti sepasang kekasih yang baru putus

Banjir..

Karena tangisan beton

Karena beton tidak bisa berteman dengan air

Tidak seperti tanah

Yang bersahabat meresapkan air lewat celah, kerikil

Menjadi berkah kehidupan di sekitarnya

 

Beton

Malapetaka

Bencana

Wabah

Penderitaan

Kematian..

 

mati mati mati mati

mati mati mati mati mati mati

mati matimati mati mati mati mati mati

mati

Mmmh.. mati,

Lagi-lagi mati

Lagi-lagi air mata

Lumayan..

Headline,

berita untuk para wartawan

Kupu-kupuku sekarang

Adalah kupu-kupu artifisial

Yang dibuat oleh teknologi penguasa

Sebagai bahan pelajaran sejarah dan biologi yang diajarkan disekolah-sekolah

 

Ssst! Jangan bilang pada anak-anak

ini kupu-kupu robot

Rekayasa..

Penguasa!

Metafor Sunyi

0

Hati yang sunyi membawaku pada sebuah konser

Coba rubah nasib dengan spekulasi, pada tiket

seharga..

20000!

 

Siapa tahu..Ku coba saja, tak ada salahnya

Paling spektakuler hal terburuk yang menimpaku adalah mati

Mati..? aku rasa itu lebih baik

 

Pandanganku kosong menatap titik kecil di depan

Diantara berderet kursi

Saat itu..

Aku lihat kau!

Pada sorot lampu

Hanya melihat..

Tak ada apa-apa!

 

Lama ku memperhatikanmu

Kubiarkan kau berbuat semaumu

Terserah..

Hingga..

Saat seorang pria mendekatimu

Pegangmu

Mmmh… memang siapa dia!

Kau izinkan dia berbuat semaunya

Kau..

Miliknya kah?

Aku iri pada sang maestro yang bisa bebas menyentuhmu!

 

Saat riuh tepuk penonton menggelombang

Kau hanya diam

Aku pun diam

 

Terhanyut

Daya gaib suaramu

Bikin hati entropy

Tak karuan

Hitam

Manis

Dirimu

Uuuh!

 

Bilakah aku bisa menyentuhmu..

Bermain denganmu?

 

Aku yakin

Ada satu kesempatan untukku

Entah dimana

Dalam anganku

Aku duduk dekatmu

Pandangi kamu

Sentuh kamu

Kamu terangsang

Aku makin gila

Aku dan kamu

Pada sebuah konser!

Seperti malam dulu

Saat pertama lihatmu

Didepan..

Menggantikan sang maestro

 

Hey..

Aku jatuh cinta..

Pada sebuah..

Piano?

Jadilah Pengusaha, Jangan Jadi Kapitalis

0

Adalah sangat indah berjalan-jalan bersama Ayah menyusuri pematang sawah di belakang rumah.
Menikmati hangat mentari pagi, mendengarkan petani membajak sawah bernyanyi dengan riang-sendu.
Saat lembayung sore memenuhi dunia seisinya dengan mosaik cahaya bertaburan.
Ini bukan dongeng yang dibacakan ibu menjelang tidur, ini kisah nyata yang saya dan anak-anak lainnya tak akan alami lagi.

Kini sawah yang hijau itu hanya sepetak saja, sisanya berdiri rumah-rumah hunian yang beragam. Yang kini rumah-rumah itu telah ramai oleh keluarga-keluarga baru yang saling bertetangga. Banyak wajah-wajah baru yang tidak saya kenal, barangkali hanya beberapa saja, itupun karena mereka merupakan penghuni lama. Petani dan kerbau itu pergi entah kemana, yang jelas tak pernah saya dengar lagi nyanyian riang-sendu yang biasa pak petani dendangkan ketika membajak.

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi ditambah dengan makin banyaknya populasi manusia, adalah salah satu alasan bagus kenapa sawah dan kerbau itu semakin langka ditemukan.
Bagaimana tidak, dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan akan konsumsi pun jelas akan bertambah. Kebutuhan akan tempat tinggal menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia yang tak bisa ditawar-tawar.

Tidak ada yang salah dengan perumahan, tidak ada yang salah dengan mesin penggarap. Permasalahannya terletak ketika pembangunan dan kemajuan zaman dilakukan tidak berlandaskan nilai-nilai humanis dan aspek keseimbangan alam.

Dalam hal ini adalah seorang pemodal atau orang yang menjalankan bisnis. Ketika seorang pengusaha menjalankan usahanya dengan tidak mengindahkan etika bisnis, nilai-nilai humanisme dan aspek lingkungan maka inilah yang menjadi masalah. Orang seperti itulah yang diberikan predikat sebagai kapitalis.

Kapitalis inilah yang membuat tatanan nilai dan keteraturan alam rusak. Mereka dirikan bangunan untuk dijadikan pusat perbelanjaan demi keuntungan mereka, tetapi tidak memerhatikan kelestarian alam. Seperti halnya yang terjadi pada kasus teluk Buyat. Masyarakat sekitarlah yang dirugikan. Warga buyat kehilangan hak-hak mereka sebagai manusia yang sehat.

Merkuri yang dicemarkan oleh pabrik yang didirikan di sekitar tempat tinggal mereka menyebabkan penyakit kulit dan mencemari tanah dan air mereka. Padahal mereka hidup dari alam sekitarnya. Air yang mereka gunakan untuk mandi dan minum, ikan yang mereka tangkap untuk bersantap tercemar merkuri. Miris kita mendengarnya, bukan?

Seorang kapitalis adalah seorang yang menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan pribadi dan koorporasinya. Dia tidak peduli dengan etika bisnis yang dijalankan dan tidak akan ambil pusing jika lingkungan alam sekitarnya rusak. Dia tidak merasa berdosa sekalipun ada orang-orang yang merasa teraniaya.

Tidak begitu halnya dengan seorang pengusaha yang nonkapitalis. Dia menjalankan bisnisnya dengan hati, memerhatikan etika bisnis yang baik dengan seksama. Pengusaha seperti ini tidak menginginkan jika ada klien yang dirugikan, tidak ingin mengorbankan lingkungannya hanya untuk membuatnya bertambah kaya.

Wajarlah jika kawan-kawan dari pergerakan terutama kaum sosialis lantang meneriakan antikapitalisme. Kapitalisme adalah musuh bersama yang harus diperangi guna kepentingan bersama terutama bagi mereka rayat kecil! Kapitalisme membuat jurang pemisah antara si miskin dan si kaya semakin lebar. Yang kaya semakin kaya yang miskin semakin terpuruk dalam kemiskinannya.

Adanya jurang ini menyebabkan tatanan nilai di masyarakat rusak. Dunia akan dipandang sebagai hal yang terlalu matrealis. Dan ketika itu terjadi, maka masyarakat akan memandang dan mengukur segala sesuatu dengan secara matrealis. Nilai-nilai dan aspek humanisme menjadi hilang. Hukum yang dipakai nantinya adalah hukum rimba. Siapa yang terkuat dialah pemenangnya.

Sistem ekonomi yang baik tidak demikian. Ia merujuk berdasarkan nilai-nilai kemanusian. Hati nurani dan moralitas memainkan unsur yang signifikan dalam hal ini. Walaupun status kaya dan miskin akan tetap ada, namun di antara kedua strata ini akan saling bersinergi, keduanya diuntungkan.

Dalam konteks seperti ini, si miskin adalah seorang yang memiliki harta atau kapital lebih sedikit daripada si kaya namun si miskin ini tetap sejahtera. Semua kebutuhan hidup si miskin ini tercukupi terutama dengan hak hidup layak dan kecukupan akan kebutuhan primernya seperti makan, kesehatan dan pendidikan tentunya.

Jika yang terjadi saat ini adalah bentuk kapitalisme pendidikan, maka seharusnya dengan sistem yang nonkapitalis pendidikan merupakan hal yang pokok yang harus dinikmati warga negaranya tanpa terkecuali. Rakyat miskin apa pun profesinya: petani, buruh, tukang becak harus memiliki akses untuk menikmati pendidikan. Anak-anak mereka harus menjadi tanggungan negara. Sekolah bukan hanya untuk orang berduit namun orang miskin pun mesti menikmatinya.

Dampak pembangunan yang tidak bertanggung jawab
Jika kota Bandung dahulu sering disebut-sebut dengan Parisj van Java adalah memang tidak salah. Jikalau Bandung beberapa puluh tahun yang lalu seringkali disebut dengan Kota Kembang adalah kenyataan. Jikalau sekarang Bandung sering diberi predikat dengan kota dengan tata kota yang amburadul, macet, penuh polusi dan alamnya yang mulai terancam adalah benar sekali.

Kenyataannya, kemacetan lalulintas yang terjadi sekarang adalah dampak dari tangan-tangan yang kurang bertanggung jawab. Demi kepentingan bisnis, produksi massal dilakukan. Ketika produk-produk seperti mobil yang tentu saja masih menggunakan bahan bakar yang kurang ramah lingkungan di pasarkan dengan tidak adanya perencanaan dan kontrol dari pemerintah, maka yang terjadi adalah jumlah mobil yang beredar overload, melebihi kapasitas. Sedangkan infrastuktur jalan raya tidak memadai untuk menampung jumlah mobil sebanyak itu. Yang terjadi saat ini adalah kemacetan di mana-mana belum lagi ditambah dengan polusi yang menyebabkan kualitas hidup manusia kian menurun. Seharusnya pemerintah memberlakukan kontrol yang ketat atas beredarnya mobil-mobil yang masuk.

Menurut hemat saya, solusi awal barangkali dengan meninggikan pajak kepemilikan mobil, membatasi jumlah mobil yang dipasarkan di Indonesia. Mulai produksi mobil-mobil dengan bahan ramah lingkungan., dan yang pasti akan lebih bagus jika kepemilikan mobil pribadi semakin sedikit. Transportasi dapat digantikan dengan trem yang nyaman untuk jarak dekat atau jauh. Ini hanyalah sebuah tawaran sebagai solusi awal, tetap saja jika pemerintah kurang merespon baik langkah-langkah seperti ini dikarenakan membiarkan terlebih mendukung sistem kapitalis, maka semuanya tidak akan terlaksana.

Nampaknya mulai saat ini koperasi-koperasi, sekolah-sekolah bisnis dan lembaga-lembaga lainnya yang bergelut dalam bidang pendidikan kewirausahaan mesti melakukan langkan proaktif guna memasukan kajian-kajian tentang kapitalisme serta dampak yang ditimbulkannya. Kuliah motivasi, manajemen dan etika bisnis haruslah memiliki kurikulum atau setidaknya kajian tentang dampak kapitalisme. Sehingga diharapkan para calon wirausaha dan pengusaha dapat mempunyai pedoman dan sadar akan pentingnya berbisnis dengan memerhatikan etika bisnis, nilai-nila humanis dan aspek lingkungan. Untuk siapa lagi tentunya jika bukan untuk kebaikan bersama.

Sepertinya akan percuma saja buku-buku Robert T Kiyosaki yang dibaca. Tak akan ada gunanya buku manajemen Steven R. Covey ataupun buku-buku marketing Hermawan kertajaya dan seabreg buku lainnya, jika toh bisnis anda tak bermanfaat bagi kebaikan masyarakat banyak, serta kelestarian alam ini. Sebaliknya, akan indah hidup ini jika bisnis untung menjamur, manusianya makmur dan alamnya tetap subur.

Entah petani dan kerbau itu kini dimana, tapi yang jelas terimakasih untuk lagunya, Pak!