Oleh: H. Rahmat Hidayat Nasution, Lc
Diriwayatkan dari Ikrimah, Rasulullah Saw. bersabda, “Di hari kiamat ketika Allah menyerahkan catatan amal kepada manusia, yang pertama kali diberikan adalah catatan amal kebaikan. Lalu Allah bertanya kepada setiap orang yang diberikan catatan, “Apa yang kamu lihat?” Maka masing-masing orang menjawab, ‘Aku melihat banyak sekali kebaikan.’ Kemudian Allah bertanya kembali, “Adakah yang kurang?” Mereka menjawab, ‘Tidak!’
Kemudian Allah menyerahkan catatan keburukan ke setiap orang, lalu dibaca. Allah bertanya, “Apa yang kamu lihat?” Masing-masing menjawab, ‘Aku melihat keburukan yang banyak.’ Lalu Allah bertanya lagi, “Adakah yang bertambah?” Masing-masing menjawab, ‘Tidak!”
Kemudian Allah menyerahkan selembar catatan lagi dan setiap orang mukmin membacanya. Lalu Allah bertanya, “Apa yang kamu lihat?” Masing-masing menjawab, ‘Aku melihat catatan kebaikan yang banyak.’ Lalu Allah bertanya lagi, “Apakah kamu mengenali kebaikan-kebaikan itu?” Setiap orang menjawab, “Tidak!” Kemudian dijelaskan Allah, “Ini dari perbuatan orang yang menzhalimimu, menggangu dan mengambil hartamu tanpa sepengetahuanmu.”
Apa yang bisa dipahami dari hadis ini? Secara umum, kita sedang belajar mengenal sifat rahman (Maha pengasih) dan rahim (Maha Penyayang) Allah. Ketika menyerahkan catatan kebaikan, pertanyaan yang diajukan Allah adalah, “Adakah yang kurang?”. Allah menunjukkan bahwa tak ada kezhaliman dalam menyerahkan catatan. Semua kebaikan yang dilakukan dicatat dalam buku catatan, pada saat ‘laporan pertanggungjawaban’ (LPJ) di akhirat ditunjukkan Allah semuanya dengan rinci.
Demikian halnya juga dengan amal keburukan yang dilakukan tak luput dicatat di dalam catatan keburukan. Lalu ditanya, “Adakah yang bertambah?” Pertanyaan ini menunjukkan ke-Maha Pengasihnya Allah. Allah tak menginginkan adanya penambahan dalam catatan keburukan hamba-Nya.
Setelah Allah memberikan catatan amal kebaikan dan keburukan kepada orang-orang yang beriman, Allah memberikan catatan amal yang lain. Catatan amal yang menunjukkan laporan hasil pendapatan yang didapat tanpa pengetahuan orang-orang yang beriman. Sehingga menjadi ‘penambahan modal amal kebaikan’. Penambahan modal kebaikan itu berasal dari perbuatan orang yang menzhalimi, namun dimaafkan. Orang yang mencuri harta milik kita tanpa sepengetahuan kita.
Ibrahim bin Ad-Ham dan Bekas Budaknya
Ada kisah Ibrahim bin Ad-ham yang layak dijadikan contoh. Sebelum bertaubat, ia memiliki 72 budak. Ketika taubat dan kembali ke jalan Allah, dimerdekakannya semua budak-budaknya. Salah satu budaknya bertemu dengannya, tapi dalam kondisi mabuk minuman keras.
“Hai, tolong antarkan aku kerumahku!”
“Ya!” kata Ibrahim bin Ad-ham. Tapi Ibrahim bin Ad-ham membawanya ke perkuburan.
Ketika pemabuk tadi tahu dia berada di perkuburan, ia memukul dan menghajar Ibrahim bin Ad-ham dengan sekuat-kuatnya. “Sudah kukatakan bawa aku ke rumahku, tapi kau bawa aku ke kuburan.”
“Wahai manusia bodoh! Inilah rumah sesungguhnya. Rumah-rumah yang lain adalah kiasan belaka.”
Diambilnya cemeti yang ada di kuda Ibrahim bin Ad-ham lalu dicambuknya Ibrahim bin Ad-ham. Setiap cambukan Ibrahim bin Ad-ham berdoa, “Semoga Allah mengampunimu.”
Ketika melintas seseorang di perkuburan itu dan melihat apa yang tengah terjadi. Dikatakannya kepada pemabuk tadi.
“Hai, apa yang kau lakukan? Kau memuluk tuan yang telah memerdekakanmu?”
Begitu mengetahuinya, pemabuk itu segera turun dari kudanya dan meminta maaf.
“Aku terima maafmu. Lupakanlah apa yang telah terjadi.”
“Wahai tuan! Kuhajar dan kusiksa kau, sedangkan kau mendoakan kebaikan bagiku. Setiap pukulan kau selalu berdoa, ‘Semoga Allah mengampunimu.”
“Bagaimana aku tak mendoakan yang baik, karena perbuatan menghajar dan menyiksa yang kau lakukan kepadaku bisa mengantarkanku masuk surga.”
Luar biasa apa yang dilakukan Ibrahim bin Ad-Ham. Ia mampu menahan sakit demi bisa masuk ke dalam surga. Ketika dizhalimi, ia tetap mendoakannya dengan kebaikan. Perbuatan seperti ini layak ditiru. Ia melakukan apa pun karena Allah. Sehingga ketika dizhalimi, ia tetap mendoakan orang yang menzhaliminya dengan kebaikan.
Makanya, cukup pantas kita memasukkan doa harian kita. “Ya Allah, Engkaulah yang Maha Pantas dijadikan tujuan. Semoga hanya Engkau yang jadi tujuan setiap gerak langkahku di dunia ini, hingga aku pulang kepangkuan-Mu.”