Menjadi penulis terkenal adalah impian sebagian orang. Namun, bukanlah hal mudah untuk menjadi penulis yang sukses dalam yang waktu singkat. Setelah melalui proses penulisan naskah yang panjang dengan proses editing yang menguras energi, penulis masih harus menunggu 2 – 3 bulan untuk mendapat jawaban deal or no deal dari penerbit. Dan jika yang didapat hanyalah jawaban penolakan, penulis masih harus berjuang dari awal mengirimkan naskahnya ke penerbit lain dan menunggu kembali untuk jangka waktu yang tidak sebentar. Namun kini di indonesia sudah banyak perusahaan yang menawarkan self publishing.
Self publishing atau disebut juga penerbitan mandiri adalah sebuah cara menerbitkan buku tanpa bantuan dari penerbit mayor. Dalam hal ini, penulis merangkap sebagai penerbit sekaligus penulis naskah, design sampul dan lay out naskah. Disini, penulis jugalah yang mengatur distribusi dan pemasaran buku, serta menentukan harga jual buku.
Biasanya sebuah perusahaan self publishing mematok royalti penulis sebesar 60-80% dari laba. Sebuah nilai yang cukup besar mengingat royalti yang diberikan dari penerbit mayor hanya berkisar antara 8-10% saja. Menggiurkan memang, tapi banyak hal yang juga harus and pertimbangkan dalam memilih self publishing ini.Self publishing sendiri baru dikenal beberapa tahun belakangan ini di indonesia, padahal di luar negeri cara ini sudah booming sejak tahun 1990an.
Di dalam self publishing memang tidak ada lagi istilah penolakan atau negosiasi royalti dengan penerbit, karena hak milik ada di tangan penulis sendiri. Bahkan penulis bebas menentukan lamanya waktu penerbitan, tidak seperti pada penerbit mayor, kendali sepenuhnya ada di tangan anda tanpa campur tangan dan aturan dari pihak lain.
Kesulitan yang mungkin terjadi adalah ketika penulis harus mendesign sampul untuk bukunya sendiri karena tidak semua orang bisa design grafis. Tapi jangan khawatir, karena penulis bisa menggunakan jasa design grafis diluar sana yang tentunya berbayar. Banyak situs-situs seperti project.co.id atau frelelancer.co.id yang menyediakan tenaga design untuk proyek-proyek kecil. Demikian juga dengan masalah editing atau penyuntingan, meskipun penulis sudah merasa karyanya telah disunting dengan baik, tidak ada salahnya merogoh kocek sedikit lagi demi menjaga kualitas naskah.
Yang paling sulit dalam sistem ini adalah anda dituntut untuk mempromosikan buku anda sendiri, meskipun dari pihak perusahaan self publishing pasti membantu pemasarannya. Semua bergantung pada seberapa keras usaha anda dalam mempromosikan karya anda sendiri. Hmm… agak sulit memang, mengingat kebanyakan pengguna self publishing adalah penulis-penulis awam yang belum mempunyai nama besar di jagad penulisan. Tapi, apa yang tidak mungkin di dunia ini bila mau mencoba?
Sebut saja nama Rahmania Arunita, dara kelahiran jakarta, 30 juli 1985 ini sukses di usia belia dengan novelnya yang bertajuk “Eiffel, I’m In Love”. Tahukah anda apa yang paling menarik dari novelnya?. Novel ini pertama kali diterbitkan dalam bentuk fotocopy. Nia, nama panggilannya mempromosikan novelnya hanya dari mulut ke mulut. Karena antusias pembaca, akhirnya dia memberanikan diri untuk mencetaknya dengan kualitas yang lebih baik dan menitipkannya ke Gramedia Pondok Indah. Dari sinilah kesuksesannya berawal, hingga akhirnya novel fenomenalnya ini difilmkan menjadi film layar lebar yang sukses memikat jutaan penonton. Bahkan di film ini Nia sendiri yang menulis skenarionya.
Bagaimana? Sudahkah anda siap menyongsong era baru di dunia penulisan? Brace your self sista!!!