“Nikah, yuk!” Ajakan yang sering terlontar dari sepasang manusia. Bagi sebagian orang hal itu bisa menjadi hasrat yang ingin dilakukan, namun sulit untuk direalisasikan. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut, mulai dari segi kesiapan materi dan mental sampai masalah perbedaan keyakinan. Semua itu pada akhirnya bisa menjadi batu sandungan yang harus dituntaskan demi terlaksananya pernikahan yang didambakan semua orang.
Pernikahan sendiri merupakan sunnah Rasul yang sangat dianjurkan ketika sudah mempunyai calonnya. Nikah sendiri yang bisa menyelamatkan manusia, mulai dari fitnah hingga lahirnya generasi penerus. Islam sendiri sebagai penopang untuk terselenggaranya pernikahan sudah memberikan banyak kemudahan.
Kita yang tidak berkecukupan materi bisa dengan sederhana selama rukun nikah itu tercapai. Perbedaan tradisi yang seharusnya bisa dikesampingkan demi mengutamakan syariat Islam itu sendiri juga harus ditegakkan. Lalu, apa lagi yang harus ditunggu?
Namun ternyata semua kemudahan yang diberikan oleh Islam sendiri banyak yang tidak sepenuhnya diikuti. Pada akhirnya akan banyak rangkaian yang dirasa memberatkan yang harus dilakukan oleh kita agar bisa terlaksananya pernikahan. Hal itu sering terlihat di masyarakat sekarang ini.
Sebagai contoh, banyak yang menggelar pernikahan dengan pesta yang sangat mewah sehingga menghabiskan dana yang tidak terhitung. Selain itu, pihak pria menguras dana untuk memberikan mahar meskipun harus rela berutang sangat banyak. Semua itu dilakukan atas dasar pernikahan itu satu kali seumur hidup. Jika sudah begitu, di mana peran agama sebagai pelindung umat manusia? Bukannya Islam sendiri mengharuskan kita untuk bersikap hemat dan tidak boros?
Nikah Sederhana, Kenapa Tidak?
Banyak orang yang mengesampingkan niatan seperti ini, terutama untuk mereka yang memiliki harta berlebih. Nikah sederhana dianggap sebagai hal yang tabu sehingga malas untuk dilakukan. Namun bisa jadi tidak ingin terlihat “tidak mampu” di mata orang lain sehingga menggelar pesta yang sebenarnya dirasa memberatkan. Untuk apa semua itu jika pada akhirnya rumah tangga hanya dilandasi dengan materi dan gengsi?
Nikah sederhana itu bukanlah sebagai hal memalukan. Sudah seharusnya kita sebagai orangtua juga calon mempelai membuka pikiran bahwa nikah itu untuk selamanya, bukan hanya satu hari. Jarang sekali mereka berpikir ke arah sana sehingga melakukan segalanya untuk hari pernikahan. Mereka jarang peduli dengan hari-hari ke depannya yang justru dijadikan sebagai hari-hari yang sebenarnya dalam berumah tangga.
Kita yang mengidamkan pernikahan tentu menginginkan memiliki rumah tangga yang kuat, bukan? Jika hal ini yang melandasi kita, tentu beberapa cara yang sesuai dengan syariat agama akan ditegakkan, termasuk dengan nikah secara sederhana.
Kita tentu tidak berharap memiliki utang setelah menikah gara-gara meminjam uang untuk memenuhi dalam hari pernikahan. Kita juga tidak berharap ada masalah klasik yang terjadi di dalam rumah tangga gara-gara masalah keuangan. Agamalah yang menjadi rambu-rambu dan bisa menyelamatkan kita.