CARA MENERBITKAN BUKU INDIE DAN MAYOR

Kian hari, tidak sedikit penulis yang ingin mengetahui cara menerbitkan buku. Kebanyakan dari mereka adalah penulis baru yang tergabung dalam beberapa komunitas kepenulisan atau penulis yang sudah lama terjun di bidang ini, namun belum memiliki karya yang dibukukan. Keinginan ini juga dipacu dengan buku-buku sesama teman penulis, yang hampir selalu ada yang terbit di setiap bulan.

Keproduktifitasan penulis seperti inilah yang melatarbelakangi mereka ingin melakukan hal yang sama. Dua cara alternatif menerbitkan buku pun menjadi pilihan mereka, menerbitkan buku indie atau mayor. Dua cara ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.

Buku yang diterbitkan indie merupakan buku yang diterbitkan dengan memakai jasa penerbit seperti Halaman Moeka, Indie Publishing, Pustaka Serumpun, dan sebagainya atau diterbitkan sendiri oleh penulis, tanpa melalui seleksi ketat dan antrian terbit. Penulis memegang kendali, kapan buku itu terbit. Yang harus dimiliki penulis hanya modal untuk menerbitkan buku. Penulis harus menyiapkan sejumlah “uang” agar semua itu terlaksana. Power benar-benar ada di tangannya.

Tidak seperti buku yang diterbitkan indie, buku yang diterbitkan mayor merupakan buku yang masuk ke meja redaksi penerbit-penerbit seperti Gramedia, Republika, Grasindo, Bentang Pustaka, Elex Media Komputindo, Universal Nikko, dan lain sebagainya. Penulis tidak perlu memiliki “modal uang” untuk menerbitkan karyanya. Yang harus dilakukannya hanya bersabar masuk dalam seleksi ketat. Penerbit yang nanti akan menilai, apakah karya itu layak terbit atau tidak. Sebelum buku diterbitkan, penulis juga harus melewati banyak proses dan karyanya masuk dalam antrian terbit.

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai dua cara menerbitkan buku indie dan mayor, berikut adalah sedikit banyak ulasannya:

A. Cara menerbitkan buku indie

Berbicara modal uang yang harus dimiliki penulis dalam menerbitkan buku secara indie, maka modal ini bukan hanya menyangkut biaya cetak. Penulis juga sudah harus menyiapkan modal untuk membayar tenaga editor, lay outer, dan cover designer. Tapi kalau penulis mengalami kesulitan dalam penyediaan ketiga tenaga itu, penerbit indie yang ditunjukkan penulis akan menyediakannya.

Penerbit indie, seperti juga penerbit mayor yang membekali dirinya dengan keprofesionalan. Penulis menjadi klien mereka yang harus dihadapi serius. Walaupun di sini ada perbedaan dalam melihat sasaran pasar untuk sebuah karya yang akan diterbitkan. Jika penerbit mayor tidak jarang membidik pasar, penerbit indie tidak melakukan itu karena dia bekerja berdasarkan keinginan penulis untuk menerbitkan karyanya.

Selain memakai jasa penerbit indie, penulis juga bisa menerbitkan bukunya dengan cara turun langsung. Penulis menangani segala hal berkaitan dengan terbitnya sebuah buku. Beberapa penulis yang mengetahui cara menerbitkan buku indie, ada yang melakukan ini. Hanya saja, karena menangani semua hal sendiri, penulis mau tidak mau akan merasa “kerepotan”. Sebab untuk menerbitkan sebuah buku, waktu dan tenaga yang dibutuhkan tidak sedikit.

Ketika buku sudah terbit, proses yang harus penulis hadapi adalah melakukan pemasaran. Tidak adanya tenaga distributor, memaksa penulis harus memasarkan buku sendiri secara door to door atau bisa dilakukan via online dengan menggunaka sosial media yang dimilikinya. Blackberry Messenger, facebook, twitter, whatsapp, dan sebagainya bisa dipilih penulis saat memerkenalkan karyanya. Penulis juga bisa membuat workshop kepenulisan dalam mempromosikannya. Penulis juga bisa membentuk team pemasaran bukunya, atau meminta bantuan penerbit indie menjadi distributor.

Dari semua itu, ada hal yang penting dan harus diperhatikan penulis. Yaitu; memiliki kurator yang karyanya sudah banyak tersebar di media atau kemampuannya diakui banyak orang. Penulis jangan menunjuk “orang biasa” sebagai kurator, untuk menjadikan bukunya bernilai “mahal”. Bahkan penulis terkenal sekalipun, rasanya membutuhkan beberapa penulis yang namanya sudah ada di kancah perbukuan untuk sekedar meng-endors karyanya.

Berikut adalah beberapa karya yang bisa dibukukan dengan cara indie:

1. Novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan non-fiksi solo atau tunggal.
Penulis harus memiliki modal cukup kuat seorang diri untuk menerbitkan bukunya.

2. Kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan kumpulan non-fiksi beberapa penulis.
Para penulis yang tergabung dalam buku yang akan diterbitkan bisa membagi modal penerbitan secara merata, sesuai jumlah penulis yang tergabung di dalamnya.

3. Kumpulan cerpen, kumpulan puisi, kumpulan non-fiksi, dan bunga rampai komunitas
Bunga rampai adalah karya yang tidak hanya memuat satu jenis karya. Salah satu penulis yang tergabung di dalamnya harus menjadi kurator, sebab komunitas yang biasa menerbitkan buku seperti ini merupakan komunitas kepenulisan yang di dalamnya terdapat banyak penulis, yang tidak jarang memahami tentang dunia kepenulisan.

216912_1810914884139_1578026060_1718559_1510327_n
Kumpulan puisi komunitas Tangerang Serumpun “Kado Sang Terdakwa”

4. Kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan kumpulan non-fiksi dari sebuah event.
Biasanya untuk jenis ini, penerbit indie bersangkutan yang membuat event dengan cara mengadakan perlombaan menulis. Para penulis hanya diberikan bukti terbit beberapa buku. Event ini berguna untuk mempromosikan penerbit indie itu sendiri.

B. Cara menerbitkan buku mayor

Setelah sekian lama penulis berkutat dengan tulisan dan mengirimkannya ke penerbit mayor, dia harus menunggu setidaknya 1-3 bulan untuk mendapatkan berita, apakah bukunya layak untuk diterbitkan atau tidak. Maka kemudian, tidak salah jika seorang penulis memiliki kebanggaan tersendiri karena bukunya berhasil terbit di penerbit mayor.

Dalam proses terbit atau tidaknya sebuah buku, penulis tidak dipusingkan mengenai siapa editor, lay outer, cover designer, dan sebagainya. Penerbit mayor sudah menyiapkan orang-orang handal untuk menangani permasalahan semua itu. Penulis hanya perlu mengirimkan naskahnya saja.

Atau penulis terlebih dahulu mengirimkan outline naskahnya. Kalau editor tertarik dengan outline yang diajukan, maka penulis diberikan deadline untuk menjadikan outline ke naskah. Tentu naskah ini harus selesai tepat waktu, kalau tidak mau namanya masuk dalam daftar “penulis yang tidak akan diajak kerjasama lagi.” Kalau pun melebihi deadline, penulis harus mengkomunikasikannya dengan editor.

Setelah naskah dinyatakan layak terbit, biasanya penulis akan berhadapan dengan editor lebih intent. Beberapa naskah yang membutuhkan revisi harus dilakukan. Di sini penulis sangat tidak disarankan mendahulukan egonya untuk menolak merevisi karyanya. Editor pun tidak boleh mengubah “karakter” penulis dalam naskahnya. Keduanya harus benar-benar mendiskusikan karya tersebut lebih dalam agar bisa segera diterbitkan.

Tidak seperti penerbit indie, penerbit mayor memiliki distributor sendiri, meski penulis juga bisa terlibat mempromosikan karyanya. Bahkan, penulis bisa membuat workshop kepenulisan yang bekerja sama dengan pihak penerbit. Dengan cara ini, buku penulis yang terbit pun bisa cepat dikenal oleh masyarakat, sehingga diharapkan menjadi best seller dan pundi rupiah bisa masuk ke dalam rekening.

Untuk menerbitkan sebuah buku di penerbit mayor, penulis tidak perlu memikirkan modal uang. Penulis pun bisa saja tidak melakukan promo untuk bukunya itu, karena penerbit bisa membayarnya dengan cara “beli putus”. Yaitu, penerbit memberikan sejumlah uang secara langsung pada penulis, seperti membeli sebuah barang dengan harga sekian. Tapi kalau penulis memilih atau penerbit menyediakan sistem royalti, maka penulis bisa mendapatkan uang berdasarkan berapa jumlah buku yang terjual dalam kurun beberapa bulan, sesuai kesepakatan.

Selain tidak perlu memikirkan modal uang, penulis yang ingin karyanya diterbitkan oleh penerbit mayor, bisa meminta bantuan agensi naskah yang semakin banyak beredar di dunia kepenerbitan. Salah satunya, re! Media Service. Agensi naskah bukan hanya menyalurkan naskah penulis, melainkan juga ikut memberi masukan terbaik untuk naskah penulis.

Agensi naskah juga banyak memberikan tawaran menulis naskah yang diminta beberapa penerbit, sebab keduanya telah melakukan kerjasama dengan baik. Namun yang perlu diperhatikan penulis, adanya tenggat waktu yang harus dipatuhi kalau namanya tidak ingin dicoret dalam keanggotan agensi naskah.

Berikut adalah beberapa karya yang bisa dibukukan di penerbit mayor:

1. Novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan non-fiksi solo atau tunggal.
Dengan buku ini, penulis lebih cepat dikenal namanya.

2. Kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan kumpulan non-fiksi beberapa penulis.
Salah satu atau semua penulis yang tergabung dalam buku yang akan diterbitkan harus dikenal di dunia perbukuan berdasarkan jenis karya yang biasa ditulisnya, sehingga buku ini nanti akan “menjual” saat dilirik peminat buku.

3. Kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan kumpulan non-fiksi dari sebuah event.

Penerbit mayor bersangkutan membuat event dengan cara mengadakan perlombaan menulis. Para penulis hanya diberikan bukti terbit beberapa buku, sekaligus mendapatkan honor “beli putus” dari penerbit. Event ini juga bisa terselenggara atas kerjasama dengan pihak yang melakukan event lomba.

166336_480807479764_576909764_5618956_8105188_n
Kumpulan cerpen “Empat Amanat Hujan”, terbitan dari event lomba yang diadakan oleh DKJ (Dewan Kesenian Jakarta)

 

Demikian gambaran singkat mengenai cara menerbitkan buku indie dan mayor. Dari semua penjelasan di atas, ada juga instansi kepenulisan yang membukukan karya penulis di penerbit indie. Pun ada penulis yang sudah memiliki market luar biasa, bekerja sama dengan pihak penerbit mayor, menerbitkan bukunya dan membagi keuntungan hasil penjualan itu berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Jenis penulis ini memiliki royalti lebih besar dari penulis yang hanya mengirimkan bukunya ke penerbit mayor, tanpa memiliki market yang besar.

10704366_10203279679929601_691998884429092152_o
Kumpulan novella “Cahaya Benderang”. Instansi kepenulisan, membukukan karya empat penulis di penerbit indie. Penulis tidak mengeluarkan modal uang dalam penerbitannya.

Bagaimana pun cara menerbitkan buku indie dan mayor, penulis tetap dituntut untuk memberikan kwalitas terbaik sehingga karya yang dihasilkan berkwalitas, bermanfaat, dan diharapkan menjadi inspirasi banyak orang.

Leave a Comment