Ada masa tertentu dari karir saya sebagai novelis dan produser yang menyebabkan saya membuat keputusan yang mungkin melanggar batas kebiasaan. Saya Maswendo Hardwick, saya adalah penulis novel Rumput yang Bergoyang. Novel tersebut berhasil menjadi sensasi di pasaran yang membuatnya masuk dalam daftar buku-buku best seller. Prestasi tersebut berhasil menarik hati IBS Television Studios dan The IW untuk membuat adaptasi novel Rumput yang Bergoyang menjadi sebuah drama seri yang seharusnya tayang mingguan di The IW. Rumput yang Bergoyang mulai syuting Agustus 2013, namun sayangnya, terpaksa berakhir pada September 2013. Itu karena The IW, selaku saluran televisi yang seharusnya menayangkan drama Rumput yang Bergoyang, ingin menjadikan drama ini sebagai sinetron kejar tayang yang terdiri dari 23 episode dan mengudara setiap hari pada waktu prime time. Hal itu menyebabkan perdebatan seru antara saya, IBS Television Studios, dan The IW. Menurut saya seharusnya Rumput yang Bergoyang tayang secara mingguan, yang berarti saya harus memotong semua episode tersebut menjadi enam episode saja. Dengan memotong 23 episode menjadi enam episode, maka adegan yang menurut saya tidak penting yang telah direkam bisa saya cut. Namun, The IW tidak ingin menerima saran saya yang menyebabkan pembatalan penayangan Rumput yang Bergoyang Meskipun drama ini tidak tayang sama sekali di The IW, novel Rumput yang Bergoyang tetap laris di pasaran. Setidaknya, IBS Home Entertainment bersedia merilis drama yang terdiri dari enam episode ini dalam bentuk DVD. Berikut adalah episode pertama dari Rumput yang Bergoyang. Selamat menikmati!
IBS
TELEVISION STUDIOS
Mempersembahkan
SEBUAH MAHAKARYA TERBESAR DALAM SEJARAH TELEVISI INDONESIA
Disajikan dengan Dolby Surround Sound 7.1
THE IW ORIGINAL PRODUCTION
LEMBAGA SENSOR FILM MENYATAKAN
RUMPUT YANG BERGOYANG
TELAH LULUS SENSOR
NO.3226/DVD/R./PH.IBSTVS/11.2018/2013
TANGGAL: 9 NOVEMBER 2013
REMAJA
Cerita dimulai di sebuah rumah yang sangat mewah, di mana sebuah keluarga yang kaya raya menguasai rumah tersebut dengan sombongnya, mereka adalah keluarga terkaya di seluruh komplek, harta mereka milyaran, maka mereka menyombongkan diri di depan seluruh keluarga sekomplek.
Keluarga tersebut terdiri dari sang kepala keluarga yang bernama Erlanda, pria yang memiliki rambut coklat kehitaman dengan kumis dan jenggot tipis; beserta istrinya yang bernama Malena, gadis agak gendut berambut merah panjang yang sangat materialistik dengan memakai perhiasan yang berlebihan; dan anaknya Aira, gadis berambut pirang kehitaman panjang dengan eyeliner hitam di sekitar kedua matanya yang juga memiliki sifat yang kurang lebih sama dngan ibunya; terakhir, Nurhaliza, gadis rambut hitam panjang yang malang yang ternyata menjadi pembantu keluarga Erlanda, namun keluarganya sering menyiksa dirinya karena hanya satu kesalahan kecil dan hal sepele bagaikan yang diderita oleh TKW.
Misalnya, saat Nurhaliza disuruh membersihkan setiap sisi rumah oleh Malena saking kejamnya, ia mendapat ancaman bahwa ia tidak boleh ikut pergi berbelanja di mall bersama seluruh keluarga. Meskipun Nurhaliza berhasil membereskan seisi rumah, Malena menemukan pecahan kaca tepat di ruang makan yang saking mewahnya tidak boleh kotor sekalipun. Pecahan kaca tersebut berada tepat di atas lantai dekat meja makan.
Nurhaliza pun protes saat musik menegangkan diputar “Tidak! Tidak! Tidak! Aku sudah membersihkan segalanya! Aku sudah membersihkan setiap ruangan di ruangan ini, Mama! Pecahan itu hanya hal sepele saja, Mama!”
Malena yang berdiri tepat dihadapan Nurhaliza langsung mendorong Nurhaliza hingga terjatuh dengan keras. Bukan hanya itu, tetapi Malena juga menyiksa Nurhaliza dengan menusukkan tangan kirinya dengan pecahan kaca tersebut hingga berdarah, siksaan tersebut bagaikan majikan yang sedang menyiksa TKW.
Malena pun berteriak “Itu akibatnya kalau kamu kerjanya tidak becus, gadis bodoh! Mulai sekarang, kamu lakukan segala hal yang saya suruh!”
“Tapi, ma…”
Malena langsung memotong “Tidak ada tapi-tapian!” Ia sengaja menampar wajah Nurhaliza yang sudah buruk rupa itu sebelum pergi, ia berkata lagi “Kau tidak boleh pergi untuk selamanya! Mama, Papa, dan kakakmu mau pergi, selamat tinggal.” Malena pun berlalu dari ruang makan begitu saja yang sudah bersih dengan susah payah oleh Nurhaliza.
Saat mendengar suara mobil berangkat dari rumah tersebut, Nurhaliza meratapi dan memandang ke bawah lantai, ia pun menangis tersedu-sedu akibat sering tersiksa oleh Erlanda, Malena, dan Aira, karena hanya beberapa kesalahan sepele pun.
Gadis malang tersebut segera berdiri ke ruangan paling belakang, di mana ia melihat sebuah pintu terbuka. Ia segera berjalan menuju pintu tersebut, tentunya ruangan paling belakang itu bersebelahan dengan dapur.
Nurhaliza berjalan keluar melewati pintu tersebut. Ia pun melihat solokan di tengah-tengah jalan yang berbau amat sangat tidak sedap. Ia pun berbelok kanan melewati jalanan tersebut, di mana ia bisa melihat bagian belakang dari masing-masing rumah dekat kediaman Erlanda.
Setelah beberapa meter, Nurhaliza akhirnya keluar dari jalanan yang terdiri dari selokan menjijikan itu. Nurhaliza melihat sebuah jalan raya yang penuh dengan mobil dan motor berjalan ke sana kemari.
Saat ia melihat bus malam berwarna hitam, ia mengacungkan tangannya ke arah bus tersebut. Jadi… Kesimpulannya, Nurhaliza tengah melarikan diri dari keluarganya sendiri! Maka, ia menaiki bus malam tersebut untuk melarikan diri.
***
[Musik instrumental perlahan-lahan masuk]
CUE TITLE
Maswendo Hardwick’s
RUMPUT YANG BERGOYANG
© IBS Television Studios
[Musik semacam jazz masuk]
CUE TITLE
TAHNEE WARE sebagai Nurhaliza
Klip gambar Nurhaliza yang berada di sebuah sekolah bergengsi di Bandung.
MUSIK
Sudah jelas apa yang terjadi telah kuketahui
CUE TITLE
GREGORY ALAN HERLAMBANG sebagai Alan
Klip gambar Alan yang memandang Nurhaliza dengan manis.
MUSIK
Bagaikan orang asing yang menjadi TKW, aku pun telah menderita
CUE TITLE
MARISSA ASHWORTH sebagai Fitri
Klip gambar Fitri yang berpenampilan sebagai gadis kampungan.
MUSIK
Selamat tinggal, kehidupan suramku
CUE TITLE
MATTHEW PETERSEN sebagai Farel
Klip gambar Farel yang menarik tangan Fitri saat berdansa.
MUSIK
Aku telah melarikan diri demi kejujuran
CUE TITLE
GUSTAV SMITH sebagai Prabu
Klip gambar Gustav yang berlari mencari Fitri, anaknya.
MUSIK
Aku ingin mencari yang sebenarnya
CUE TITLE
ASHLEY MARIN sebagai Aira
Klip gambar Aira yang sedang bersolek di depan cermin.
MUSIK
Demi kejujuran bagaikan rumput yang bergoyang
[Suara terompet jazz masuk]
CUE TITLE
CHRIS HAMMER sebagai Erlanda
Klip gambar Erlanda yang menarik Nurhaliza dengan keras
MUSIK
Apakah kejujuran benar-benar menyakitkan?
CUE TITLE
SNOOKIE HOWARD sebagai Malena
Klip gambar Malena yang menampar wajah Nurhaliza
MUSIK
Apakah kebohongan tidak bisa terhindari?
CUE TITLE
PHILLIP SMITH sebagai Erik
Klip gambar Erik yang berhadapan dengan Farel
MUSIK
Kejujuran memang obat terampuh
CUE TITLE
Lagu Tema:
“RUMPUT YANG BERGOYANG”
Penyanyi: SHAWN RODAY
Pencipta: SHAWN RODAY
Label: BALBOA HEIGHTS RECORDS
Klip Fitri dan Farel akan berciuman, namun batal.
MUSIK
Demi cinta dan kebenaran, ini bagaikan… rumput yang bergoyang…
[Suara terompet jazz masuk lagi]
Klip Nurhaliza dan Alan berdansa di pesta dansa.
CUE TITLE
Penulis Skenario:
MASWENDO HARDWICK
Klip Fitri berteriak.
CUE TITLE
Diadaptasi dari novel
RUMPUT YANG BERGOYANG
Karya
MASWENDO HARWICK
MUSIK
Kehidupan lamaku sudah tiada
CUE TITLE
Produser Eksekutif
MASWENDO HARDWICK
Klip close-up Malena dan Aira
MUSIK
Aku ingin melarikan diri
CUE TITLE
Sutradara
MASWENDO HARDWICK
MUSIK
Aku ingin mencari yang sebenarnya
Klip Nurhaliza dan Alan berduaan di taman lalu berciuman.
MUSIK
Demi kejujuran… Bagaikan rumput yang bergoyang
Klip semua karakter berkumpul menghadap kamera.
CUE TITLE
Maswendo Hardwick’s
RUMPUT YANG BERGOYANG
© IBS Television Studios
***
Episode 1: Putri yang Ditukar
16 tahun yang lalu, di sebuah rumah sakit yang bergengsi di Jakarta, pokoknya kelihatannya sudah jelas-jelas tidak menggambarkan rumah sakit. Banyak suster yang berjalan kesana kemari, papan tanda yang jelas-jelas palsu dan menunjukkan bahwa tempat tersebut adalah rumah sakit.
Di ruangan bayi, di mana banyak ranjang bayi yang terkumpul di ruangan tersebut. Seorang suster telah selesai mengurusi bayi-bayi tersebut sebelum akhirnya pergi keluar dari ruangan tersebut.
Tanpa sepengetahuan suster tersebut, Erlanda dan Malena diam-diam memasuki ruangan bayi tersebut. Tanpa berkata apapun lagi, mereka segera menukarkan bayi mereka yang terlihat tidak cantik dengan bayi yang terlihat paling cantik sebelum akhirnya meninggalkan tempat tersebut. Atau lebih tepatnya, bayi bernama Nurhaliza ditukar dengan bayi yang bernama Fitri.
***
Empat hari setelah melarikan diri dari keluarganya sendiri, Nurhaliza tengah duduk sambil mengemis di alun-alun Bandung pada jam 10 malam, ia hanya duduk di depan lingkungan Mesjid Raya Bandung yang sudah sangat sepi itu, meskipun di jalan alun-alun masih ada beberapa mobil dan motor yang berjalan kesana kemari.
Nurhaliza tidak punya uang sama sekali sejak ia kabur dari rumahnya sendiri di Jakarta, maka ia sama sekali belum makan, ia merasa kelaparan dan butuh makanan, meskipun ia memakan makanan dari tempat sampah.
Tidak ada yang memperhatian Nurhaliza sama sekali, bahkan tidak ada satu orangpun yang berbelas kasihan pada gadis malang itu. Tetapi ada seorang gadis dengan rambut pirang yang melihat Nurhaliza dengan merasa kasihan.
Gadis rambut pirang itu menunjuk Nurhaliza kepada ayahnya “Lihat, ayah, kasihan sekali gadis itu.” Ia menatap bekas luka pada tubuh Nurhaliza “Dia pasti disiksa habis-habisan,”
Pria yang merupakan seorang ayah dari gadis rambut pirang itu berkata “Masya Allah, kasihan sekali gadis itu.”
“Sebaiknya kita temui dia.” ucap gadis rambut pirang itu lagi sebelum mereka berdua menemui Nurhaliza yang sedang duduk menangis.
Pria tersebut bertanya “Kamu tidak apa-apa? Kamu kenapa?” Nurhaliza pun tidak menjawab.
Gadis rambut pirang itu berpikir, Wah, dia pasti telah menderita, masya Allah. Pasti dia diusir dari rumahnya sendiri. Atau mungkin dia kabur dari rumah setelah disiksa. Gadis tersebut berkata pada Nurhaliza “Kau tidak perlu takut, kami berdua adalah orang baik-baik.” Ia memperkenalkan diri “Namaku Fitri, aku hanya ingin membantumu. Siapa namamu?”
Priaitu berkata “Sudahlah, Fitri,” Ia berkata pada Nurhaliza “Hai, kau bisa pulang bersama kami. Sesampai di rumah, mungkin kau bisa menjelaskan apa yang terjadi. Saya Prabu, ayah Fitri. Ayo, kau bisa pulang bersama kami. Mungkin mulai sekarang kau bisa tinggal bersama kami.” Pria tersebut membantu Nurhaliza berdiri sebelum mereka bertiga pergi meninggalkan alun-alun dengan menaiki bus malam.
***
Sesampai di rumah Prabu yang ternyata kontrakan, Nurhaliza menceritakan segalanya sambil memakan sepiring nasi, tahu, tempe, dengan lalap, di depan Prabu dan Fitri di ruang makan tanpa meja dan kursi, melainkan hanya karpet sebagai alas duduk.
Nurhaliza bercerita sambil bersedih “Aku sebenarnya kabur dari keluargaku sendiri yang kerap kali menyiksaku. Mereka memperlakukanku bagaikan pembantu yang berperan sebagai TKW di luar negeri. Aku seringkali bolos sekolah akibat aku menderita dari siksaan seluruh keluargaku. Makanya aku kabur ke kota ini,” Nurhaliza selesai memakan makan malamnya “Aku sudah kenyang.”
Fitri melihat masih ada banyak sisa di piring makan malam Nurhaliza, ia bertutur “Itu belum habis, Nurhaliza. Makanlah, kau lapar sekali. Kau selama beberapa hari…”
Nurhaliza tidak nafsu makan “Aku tidak lapar.”
Prabu menambah “Sudahlah, jika kau tidak mau menghabiskan makan malammu, kau harus beristirahat beberapa hari. Kau bisa tinggal bersama kami selama yang kau mau.”
Fitri berkata “Katanya tadi dia bisa tinggal bersama kita untuk selamanya, Ayah,”
“Kita sedang dilanda musibah, Fitri! Rumah kita sudah disita untuk selamanya sejak Ayah di-PHK. Uang kita habis, Fitri. Bagaimana kita mau menampung seorang tamu jika kita masih tidak punya uang?!” Prabu pun mendesah “Sudahlah, kau harus tidur sekamar dengan gadis itu, Fitri. Besok kau harus berangkat ke sekolah.”
“Baik, Ayah.” Ucap Fitri “Ayo,” Ia mengajak Nurhaliza berjalan menuju kamarnya.
Saat mereka berdua memasuki kamar Fitri, mereka melihat cat dinding warna kuning yang sudah mengelupas, lantai kotor dan hanya beralaskan tikar hitam. Jangan harap ada kasur sungguhan di kamar tersebut.
Fitri bertanya pada Nurhaliza setelah mereka berdua duduk di atas tikar “Omong-omong, siapa namamu?”
“Nurhaliza,”
“Kau bisa menjadi saudariku, Nurhaliza, jika keluargamu benar-benar menyiksamu. Atau aku anggap kau saudariku sekarang, Nurhaliza.”
“Apa maksudnya?”
Fitri pun mengganti topik pembicaraan “Besok kau sebaiknya pergi ke sekolah bersamaku,”
Nurhaliza menjawab dengan ragu “Ta… Tapi, aku tidak masuk sekolah yang sama denganmu.”
“Tidak apa-apa, kita ‘kan harus selalu bersama sebagai saudari,”
“Kau bahkan bukan saudariku,”
“Makanya kuanggap kau saudariku sekarang. Kau butuh teman selain diriku juga, Nurhaliza. Aku masih punya banyak teman, kok, meskipun ayahku di-PHK dan kami jatuh miskin.”
“Aku hanya ingin istirahat,” Nurhaliza segera berbaring.
“Ya, kau harus istirahat, besok kau harus pergi ke sekolah bersamaku,”
“Aku bukan murid yang belajar di sekolahmu,”
“Memang bukan, tapi akan kuperkenalkan teman-temanku pada dirimu,” Fitri berbaring di samping Nurhaliza “Omong-omong, maaf ini kelihatannya bukan kamar yang layak untukmu,”
“Aku tinggal di kamar yang lebih buruk,” Nurhaliza mengungkapkan sebelum akhirnya tertidur.
***
Pukul 09:20 pagi, semua siswa berseragam putih abu-abu berlari atau berjalan keluar dari kelas masing-masing menuju kantin atau pedagang kaki lima di depan lingkungan sekolah untuk menikmati waktu istirahat.
Jangan bayangkan sekolah negeri tersebut seperti SMA 3 ataupun SMA 5 Bandung, lingkungan sekolah tersebut sangat kumuh, banyak debu di setiap sudut sekolah tersebut, bahkan tembok, kursi taman, dan bahkan terlihat sudah kuno dan tidak modern lagi.
Fitri, tidak seperti siswa-siswi yang lain, ia menemui Nurhaliza yang hanya memandang setiap siswa yang mengantre untuk membeli makanan dari beberapa pedagang kaki lima yang berjualan itu.
Fitri pun menyapa Nurhaliza “Nurhaliza, kau sudah dapat teman?”
Nurhaliza menggeleng “Tidak ada yang ingin berkenalan denganku hanya dengan melihat wajah mereka saja, sekarang aku hanya ingin pulang.”
“Ayolah, Nurhaliza, kau butuh teman yang banyak,”
Lalu seorang lelaki yang berwajah seperti orang Kanada dengan rambut hitam pendek menemui Fitri “Hai, Fitri,”
“Hai, Farel,” Fitri mencium pipi Farel “Oh, ini teman gue, Nurhaliza, dia… baru-baru saja pindah rumah, maksudku…” Fitri mencoba untuk berbohong agar pandangan Farel terhadap Nurhaliza tidak buruk “Dia adalah siswa yang sedang menjalani pertukaran pelajar kok. Dia sementara ini tinggal di rumah gue.”
Farel pun heran, padahal ia baru-baru ini mengetahui bahwa ayah Fitri, Prabu, telah di-PHK dan jatuh miskin. Ia juga memandangi seragam Fitri yang cukup kotor dan kampungan.
Farel hanya berkata “Um… Hebat sekali ada siswa pertukaran pelajar yang tinggal di rumah lo, Fit,”
“Ah, biasa saja,”
Farel pun berpikir, Kenapa tiba-tiba saja Fitri menerima siswi pertukaran pelajar sih? Padahal dia akhir-akhir ini banyak menghadapi kesulitan.
Sementara Fitri berpikir, Gue harus merahasiakan identitas Nurhaliza yang sebenarnya dari siapapun di sekolah ini. Jika ada orang yang mengetahui yang sebenarnya, gimana Nurhaliza bisa… Sudahlah, meski aku sudah bagaikan gadis kampungan, pokoknya semuanya tidak boleh tahu apapun yang berkaitan dengan Nurhaliza.
Sementara Nurhaliza yang hanya memandang Fitri dan Farel mengobrol merasa tidak ingin menganggu kedekatan mereka, maka ia memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua berbicara dengan satu sama lain. Ia berjalan melewati beberapa siswa yang sedang duduk di pinggir pagar sekolah menikmati jajanan mereka mulai dari mie bakso, batagor, cireng, bubur ayam, sate ayam, hingga cakue.
Beberapa gadis sekolah tersebut yang tengah berkumpul memandang Nurhaliza yang memiliki beberapa luka bekas siksaan keluarganya sendiri. Mereka mulai bergosip buruk tentang Nurhaliza, ada yang berkata bahwa Nurhaliza merupakan gadis yang tidak pantas apapun, pokoknya hal tersebut tidak terdengar oleh Nurhaliza.
Nurhaliza sangat tersinggung saat menganggap gadis-gadis sekolah tersebut membicarakan hal buruk tentang dirinya. Gadis malang itu berjalan keluar dari lingkungan sekolah tersebut. Namun, saat ia akan berjalan meninggalkan lingkungan sekolah tersebut, ia memandang dua orang siswa laki-laki berseragam sekolah.
Salah satu siswa yang memiliki kepala gundul berbicara pada siswa yang memiliki rambut pendek rapi dengan wajah blasteran Inggris “Ayolah, Alan, pasti ada cewek yang lo sukai di sekolah ini! Pasti ada!”
“Erik, lihat, gua ga minat dengan cewek-cewek yang ada di sekolah. Mereka cantik? Emang, Rik. Tapi mereka bukan tipe gua, Rik. Gue sebenernya butuh istri yang baik, taat, setia, lembut…”
“Stop,” Erik segera memotong kalimat Alan “Terus lo mau cewek macam mana, Alan?! Bilang aja cewek cantik kek! Cewek cantik kayak Fitri lah!” Erik pun menunjuk Fitri, namun ia melihat Fitri sedang berbicara dengan Farel. Hal tersebut membuat dirinya cemburu, sangat cemburu saat kamera close-up ke wajahnya.
“Rik? Rik?” Alan memanggil Erik.
“Ngapain si cowok brengsek itu deket-deket sama Fitri, cewek cantik sedunia?!”
“Bung, dia udah ada yang punya. Farel udah punya Fitri,”
“Tetep aja! Gue ga setuju! Seharusnya gue punya Fitri! Gue cinta mati sama Fitri! Gue cinta mati!” Erik pun berjalan meninggalkan Alan.
Sementara Alan tidak mengikuti Erik, melainkan melihat Nurhaliza yang terlihat sangat malang sekali. Alan pun berpikir, Kasihan sekali gadis itu, dia… dia… mengemis di sekolah ini. Tapi… Dia benar-benar gadis yang… dia… Gue ga bisa berkata apa-apa, dia…
Alan pun berjalan menemui Nurhaliza yang meratapi dirinya. Nurhaliza menatap beberapa gadis yang sedang bergosip tentang dirinya. Laki-laki tampan itu menemui Nurhaliza “Kau tidak apa-apa?” Nurhaliza terkejut ada seorang cowok berseragam sekolah seperti Alan menemuinya. Alan pun melihat bekas luka pada lengan Nurhaliza “Kau kenapa luka-luka begitu? Apa mereka menyiksamu saat kau mengemis?”
Nurhaliza pun berpikir, Astaga, kenapa cowok ini ke sini sih? Ya Tuhan, kenapa cowok setampan ini datang kepadaku? Padahal ‘kan aku luka-luka begini dan berpenampilan seperti pembantu murahan.
Alan pun berkata “Ayolah, jangan sembunyikan. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan sekarang. Sebaiknya kau jawab secara halus dan pelan-pelan saja. Aku takkan bilang siapapun,”
Nurhaliza hanya menjawab “Tidak, tidak, tidak. Kau adalah cowok yang baik mau menemuiku meski aku dekil kayak gini, tapi aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Aku tidak bisa…”
Alan pun mengambil secarik kertas dan pulpen dari saku celana abu-abunya, ia menulis sesuatu “Ini,” Ia memberi secarik kertas tersebut kepada Nurhaliza “Jika kau butuh curhat, telepon atau SMS saja aku. Kau tidak perlu menjadi tertutup.”
Nurhaliza bertanya “Um… Kenapa… Kenapa kau menemuiku? Padahal aku ini terlihat buruk,”
Alan hanya menjawab “Aku… aku sepertinya… ingin berteman dengan gadis sederhana seperti dirimu,” Ia menyentuh pipi kanan Nurhaliza bersamaan dengan lagu “Dilema” yang dipopulerkan oleh Cherrybelle terdengar bersamaan dengan beberapa backup dancer siswa-siswi mulai menari meniru koreografi Cherrybelle seperti dalam video klip lagu tersebut di sekitar mereka,
Koreografi siswa-siswi terhadap lagu “Dilema” itu bahkan tidak mirip dengan yang aslinya, sebaliknya, justru terlihat kaku dan robotik, lebih buruknya, tarian tersebut sepertinya terlihat tidak perlu.
“Nurhaliza,” panggil Fitri menemui Alan dan Nurhaliza saat musik berhenti.
Alan pun terkejut dengan kedatangan Fitri “Fitri?” Ia juga menatap Nurhaliza “Fitri, lo kenal gadis ini?”
Fitri pun menjawab “Ya…” Ia pun berbohong lagi “Dia adalah siswa pertukaran pelajar yang numpang di rumah gue.”
Alan pun memperhatikan bekas luka pada Nurhaliza, ia heran “Benarkah? Dia siswa pertukaran pelajar? Dia belajar di sini nanti?”
“Um… Tidak, dia akan belajar di… SMA 3, ya SMA 3.”
Alan terlihat tidak yakin “Ya, oke, bagus untuk dia,” katanya sebelum bel masuk berdering.
“Nah, Nurhaliza, aku masuk kelas dulu ya, kita nanti pulang bareng, oke?” Fitri berkata pada Nurhaliza “Ayo, Alan, kita masuk.” Ia kembali memasuki gedung sekolah bersama Alan.
Nurhaliza pun berpikir, Mereka tampak baik banget, apalagi si Alan, dia cakep banget…
***
Kembali ke kediaman keluarga Nurhaliza sendiri, setelah lima hari meninggalkan rumah tersebut, Malena, Aira, dan Erlanda kembali memasuki rumah tersebut pukul 19:15. Mereka melihat rumah tersebut kembali dipenuhi oleh debu-debu pada setiap sudut rumah tersebut. Padahal, hanya ada sedikit debu di rumah tersebut.
Aira berkata “Ah, mama, gue capek banget, gue lapar! Gue mau makan malam yang enak banget! Pokoknya yang super duper enak. Eh, si Nurhaliza bisa bikinin kita makan malam yang istimewa banget, tapi dia ga bisa makan sama sekali, masakannya sendiri,”
Malena pun menjawab “Ya, jika lagi-lagi si Nurhaliza menyajikan makanan mentah, tidak enak, dan hambar, akan Mama siksa habis-habisan biar dia tahu rasa bagaimana dia…”
Erlanda memotong “Sudah, Ma, biar Papa saja,”
“Pa, Mama ‘kan biasa menghukum dia, jadi Mama ‘kan bisa menghukum lebih dia secara keras,”
Erlanda pun berkata dengan nada jahat “Papa bisa menghukum dia habis-habisan, biar dia kapok membuat kesalahan yang sama, dia sering mengecewakan kita, dia bahkan sering ingin menjatuhkan kita!” Ia pun mulai menyebar fitnah “Dia bahkan pernah mencoba untuk membunuh kita,”
“Astaganaga,” Aira berteriak dengan nada berlebihan, kamera pun close-up pada wajahnya “Ah, gue udah lapar banget, Ma!! Nurhaliza!!”
“Nurhaliza!!” teriak Malena saat mereka bertiga sudah duduk di depan meja makan yang mewah terlapisi dengan taplak meja putih bersih.
Erlanda berteriak dengan nada tinggi “Nurhaliza! Kamu lama banget sih! Gimana sih kamu! Cepat ke sini!! Ke sini!! Cepat!!”
Aira pun berkata dengan santai “Cepat buatkan makanan,”
“Nurhaliza, cepat buatin makan malam! Cepat!!” teriak Malena.
Meskipun mereka berteriak, tidak ada tanda-tanda dari Nurhaliza. Nurhaliza tidak muncul ke ruang makan sama sekali, mereka pun sangat tidak suka menunggu kedatangannya. Bagi mereka, Nurhaliza itu bagaikan TKW yang terjebak di Arab Saudi dan terpaksa bekerja untuk mereka, majikan yang kejam dan stereotipikal serta sering dilaporkan di berbagai media.
“Di mana sih itu anak?!” Erlanda pun berdiri sebelum berjalan menuju lantai bawah tanah untuk mencari Nurhaliza.
Malena pun berkata “Dia kerjaannya tidur melulu! Tidur melulu!”
Erlanda pun berteriak “AAAAAAAAAAAAARRRRGH!!!”
“Ada apa, Pa?”
“Nurhaliza!! Nurhaliza!! Anak badung itu menghilang! Dia hilang!!!”
Kamera pun close up ke arah wajah Malena yang berteriak seiring musik dramatis diputar “APA?!”
***
“Kita harus makan seadanya, wajar, kita sedang kesulitan, apalagi kita berdua memiliki tamu yang sama-sama menderita dengan kita,” ucap Prabu pada Fitri sambil memakan sepiring nasi, usus goreng, dan lalap dengan sambal dan duduk di atas tikar. Kalimat tersebut selalu diulang setiap makan malam bersama Fitri sejak Prabu kena PHK dan jatuh miskin.
Nurhaliza pun berkata “Ya, aku tidak pernah merasakan masakan enak seperti kue red velvet, spageti, pizza, dan makanan mahal. Tapi setidaknya aku masih bisa makan,”
“Fitri,” Farel memanggil di depan pintu yang kebetulan terbuka “Gue bisa ngomong sama lo ga?”
Fitri pun bangkit dari atas tikar “Ya,” Ia pun berjalan menemui Farel “Lo ingat gue cium pipi lu di depan rumah kontrakan lu pas pertama kali pindah, ‘kan?”
“Gue ingat kok,” Fitri mencium pipi Farel.
“Fitri, gue pengen membantumu, tapi…”
“Ga, ga usah, lu ga usah repot-repot, Farel.”
“Ayolah, gue pengen ngebantu lo.”
“Ga usah, dibilangin ga usah, gue yakin Allah pasti akan ngebantu keluarga gua.” Fitri berkata.
“Ya, gue setuju,” Farel pun ingin berciuman dengan Fitri.
“Farel, lu ngapain?” Fitri menyadari tingkah laku Farel.
“Gue pengen cium lo,”
“Cium pipi gue aja,”
“Ga, gue pengen cium bibir lo, gue pengen first kiss yang sebenernya,”
“Tapi Farel…”
“Sudahlah,” Farel pun berupaya untuk berciuman dengan Fitri, namun hal itu terhenti.
“Stop! Stop! Stop! Stop!! Stop!!!” Seorang wanita berambut merah panjang muncul dari entah dari mana menemui Farel.
“Mama?!” Farel memandang wanita tersebut.
“Ngapain kamu di sini, Farel?! Siapa dia?!”
“Dia pacar gue, Ma. Dia Fitri,”
Fitri pun memperkenalkan dirinya “Saya Fitri, Bu…”
Wanita tersebut langsung menolak “Ga, ga, ga, ga! Farel, Mama ga sudi kamu pacaran dengan gadis yang dekil kayak dia!!” kamera pun segera close-up ke arah wajah wanita itu dengan musik dramatis yang dimainkan berulang-ulang. Ia segera menarik Farel meninggalkan Fitri “Ayo kita pulang!!”
“Tapi, Ma!!” Farel berteriak.
“Farel!” Fitri pun berlutut saat Farel meninggalkan dirinya.
Nurhaliza menghampiri Fitri “Fitri, kau kenapa?”
Musik dramatis menghiasi Fitri yang berteriak dengan nada sumbang dan amat sangat panjang “Farel, tidak! Farel! Farel, cintakuuuuuuuuuuuuuuuuuu!!!!”
Bersambung
IBS
TELEVISION STUDIOS