Menafsir Mimpi Membaca Surat al-‘Ashr

Oleh: Rahmat Hidayat Nasution
Di dalam kitab “Tafsir Al-Ahlam” dimaktubkan, ketika seseorang mimpi membaca surat al-‘Ashr ditakwilkan bahwa dia akan diberi taufik untuk bersabar, dibantu dalam menegakkan kebenaran, mendapatkan kerugian dalam perdagangannya (bisnisnya), tapi kemudian mendapatkan keuntungan yang banyak. Kenapa Muhammad Ibnu Sirin berani menafsirkan demikian? Apakah mimpi membaca surat-surat al-Qur’an benar datangnya dari Allah ataukah dari setan?
Di bab mukaddimah (pendahuluan) tersebut, Muhammad Ibnu Sirin menjelaskan bahwa mimpi manusia terbagi kepada dua. Ada mimpi yang datangnya dari Allah dan ada mimpi yang datangnya dari setan. Hal ini diperkuat dengan Sabda Rasulullah SAW., “Mimpi baik (Ar-ru’ya) berasal dari Allah, sedangkan mimpi buruk (al-hulmu) berasal dari setan.”
Komentar Ibnu Sirin selanjutnya, bahwa mimpi yang baik adalah mimpi yang benar. Yaitu, mimpi yang membawa kabar gembira dan peringatan. Mimpi inilah yang diklaim Rasulullah SAW. sebagai satu bagian dari 46 bagian kenabian. Karena itu, jika ada yang bermimpi membaca surat Al-‘Ashr maka mimpi tersebut adalah mimpi yang baik.
Pertanyaan selanjutnya, kenapa Muhammad Ibnu Sirin berani menafsirkan atau mentakwilkan mimpi membaca surat al-‘Ashr kepada tiga hal tersebut? Jawabannya, karena ia melakukan pengkajian mimpi tersebut menggunakan al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW. Dari sisi al-Qur’an, ia meninjau ada tiga titik fokus yang terkandung di dalam surat al-‘Ashr. Yaitu, sabar, menegakkan kebenaran dan kondisi awal manusia yang pertama kali merugi baru setelah beriman dan beramal shaleh akan menjadi beruntung. Untuk titik fokus yang ketiga, ia menilainya seperti perdagangan.
Sedangkan bila ditinjau dari sisi Hadis, maka yang menopang penafsiran mimpi membaca surat al-‘Ashr adalah hadis yang membicarakan ihwal keistimewaan membaca surat tersebut. Di dalam tafsir al-Kasysyaf, Syeikh Zamakhsyari mencantumkan hadis Rasulullah SAW., “Siapa yang membaca surat al-‘Ashr diampuni Allah SWT. dosa-dosanya, dan orang yang membacanya dikategorikan sebagai golongan orang yang saling menasehati dalam kebenaran dan menasehati dalam kesabaran.”

“Berdagang” dengan Allah
Adalah hal yang paling menarik, ketika Ibnu Sirin menafsirkan bahwa orang yang bermimpi membaca surat al-‘Ashr, bila ia memiliki perdagangan atau usaha (bisnis), maka ia akan mengalami kerugian terlebih dahulu baru mendapatkan keuntungan yang banyak? Inilah barangkali yang disebut dengan “berdagang” dengan Allah. Karena orang yang membaca surat al-‘Ashr tentu saja tidak sekedar membaca surat tersebut dan terjemahannya saja, tetapi ia juga mengkaji penafsirannya yang dilakukan oleh para ulama tafsir. Bila dilogikakan, apa yang ditakwilkan oleh Ibnu Sirin ihwal orang yang bermimpi membaca surat al-‘Ashr adalah benar.
Benar, karena hakekatnya adalah manusia itu mengalami kerugian. “Manusia, kata Rasulullah SAW, adalah tempat salah dan dosa”. Di Ayat kedua surat al-‘Ashr, Allah SWT. jelas-jelas menerangkan bahwa manusia dalam kerugian. Bahkan menurut Syaikh Al-‘Utsaimin di dalam kitab “Tafsir Juz ‘Amma”-nya, bahwa penuturan la fii khusrin lebih kuat tuturan dari sekedar kata La khasiruun. Lafal “fii” yang tersebut di ayat kedua surat al-‘Ashr tersebut adalah fii zharfiiyah. Artinya, seolah-olah manusia benar-benar tenggelam di dalam kerugian atau kerugian dalam segala arah.
Dalam dunia perdagangan atau usaha, sering kali terjadi penipuan yang dilakukan oleh para pedagang atau pebisnis. Bahkan, Syeikh Abdul Qadir al-Jailayni mencantumkan di dalam kitab “al-Ghunniyah Li thalabii Thariqil Haq ‘Azza wa Jalla” nama setan yang tugasnya menggangu orang-orang yang berdagang agar suka berbohong. Setan tersebut bernam Zalbanun. Karena itu, hanya orang yang beriman dan mau melakukan amal shaleh yang bakal mendapatkan keuntungan yang besar, karena ia tak akan tergoda oleh setan tersebut. Meski pada awalnya harus mengalami kerugian atau kurang beruntung, namun belakangan akan mendapatkan keuntungan yang banyak.
Sungguh, takwil mimpi yang disebutkan Syeikh Muhammad Ibnu Sirin ihwal perdagangan yang akan menuai keuntungan yang banyak tersebut sangat berhubungan sekali konteks surat al-‘Ashar. Karena kunci sukses dalam berdagang pun tak luput dari keempat unsur yang dijelaskan di dalam surat al-‘Ashr. Pertama, beriman. Pedagang yang beriman adalah pedagang yang tidak mudah putus asa, karena ia mengetahui bahwa rezeki datangnya dari Allah, bukan mutlak dari usaha atau perdagangannya. Sehingga ketika ia mengalami kondisi belum beruntung atau kerugian, maka ia tahu bahwa hal tersebut adalah takdir dan ujian dari Allah. Bisa jadi kerugian tersebut adalah penebus atas dosa-dosa yang lalu saat ia belum memiliki tauhid yang mantap. Setelah memiliki keimanan yang kuat, ia bakal mendapatkan keuntungan yang banyak. Ini sudah janji Allah. (Baca; QS. Al-A’raaf: 96)
Kedua, beramal saleh. Salah satu cara bukti bersyukur kepada Allah adalah dengan beramal saleh. Pedagang yang bersyukur atas dagangannya tak akan pernah lupa untuk terus beramal saleh, dari mulai bersedekah yang memang dijanjikan mampu mendatangkan rezeki hingga zikir kepada Allah SWT. Contohnya saja dengan zikir melafalkan istighfar. Rasulullah SAW. bersabda, “Siapa yang memperbanyak istighfar, maka Allah akan melapangkan baginya dari kedukaan, dan memberinya jalan keluar dari tiap-tiap kesempitan dan memberikan baginya rezeki yang tak diduga-duga”. (HR. Muslim, Abu Daud dan Nasa’i)
Ketiga, kebenaran. Pedagang yang sukses adalah pedagang yang jujur. Ia tidak mau melakukan penipuan, meski ia memiliki banyak kesempatan. Pedagang seperti ini bukan saja memberi manfaat terhadap dirinya, tapi juga bagi orang lain. Sungguh ini merealisasikan apa yang disabdakan Rasulullah SAW., “Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Keempat, bersabar. Dalam berdagang sangat dibutuhkan kesabaran. Sabar bukan sekedar dalam memasarkan barang dagangannya, tapi juga bersabar dari menjalankan ketaatan kepada Allah SWT di saat berdagang, bersabar dari meninggalkan apa yang diharamkan Allah SWT di saat berdagang, dan bersabar dalam menjalani ketetapan takdir dari Allah SWT di saat berdagang.
Maka tak salah bila Imam Asy-Syafi’ berkata, “Jika Allah tidak menurunkan kepada para hamba-Nya satu hujjah pun kecuali surat (al-‘Ashr) ini, niscaya sudah cukup untuk mereka.” Artinya, surat Al-‘Ashr sudah cukup jadi nasehat untuk semua manusia agar tidak menjadi golongan yang merugi. Yaitu, dengan beriman kepada Allah, beramal saleh, saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Leave a Comment