Memiliki kehidupan yang bahagia tentu menjadi impian semua orang. Namun ternyata, tingkat kebahagiaan setiap orang juga berbeda-beda. Ada yang menganggap kebahagiaan itu hanya sebatas materi, ada yang menganggap bahwa kebahagiaan itu adalah apa yang dirasaan oleh pikiran dan hati (berupa ketenangan batin), ada juga yang merasa bahwa kedua hal tersebut sangat penting untuk menunjang kebahagiaan. Menariknya, kebanyakan orang Indonesia punya tahap kehidupan seperti ini untuk mencapai kebahagiaan.
Harus Sekolah Sampai Tinggi!
Kamu pasti pernah kan merasa ‘dipaksa’ oleh orang tua untuk bersekolah dan mencapai pendidikan tertinggi. Nah, saat ditanya pendidikan tersebut itu untuk apa, orang tua akan menjawab “untuk masa depanmu.” Masa depan seperti apa, orang tua kembali menjawab, “supaya kamu gampang cari kerja nantinya!” Saat ditanya lagi untuk apa cari kerja, orang tua menjawab lagi “untk dapat uang.” Jika ditanya lagi untuk apa uang, “Ya supaya kamu bisa hidup bahagia.”
Jadi, kebanyakan orang tua menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang pendidikn tertinggi bukan supaya anaknya belajar tentang kehidupan, tapi supaya kebutuhan materi anak tercapai dan hal itu membuat anak bahagia. Dengan kata lain, hal ini menunjukkan bahwa kebahagiaan dinilai hanya dengan sebatas materi belaka.
Kapan Kamu Lulus?
Jika si anak sudah masuk kuliah, maka orang tua akan bertanya, “Kapan kamu lulus?” Memang kalau sudah lulus mau apa, orang tua pasti jawab “Ya kamu kerja, dong.” Nah kalau sudah kerja pasti punya uang, kan. Pada akhirnya, ujung-ujungnya kembali pada materi. Pada tahap ini, kebahagiaan masih dinilai dari materi (keuangan).
Kapan Kamu Nikah?
Kalau sudah bekerja, pertanyaan selanjutnya yang pasti diajukan oleh orang tua adalah “kapan kamu nikah?” memangnya, kalau sudah nikah kenapa? Pasti orang tua menjawab, “Ya, kami kan jadi tenang kalau kamu sudah ada pendamping dan bisa hidup bahagia. Pada tahap ini, persepsi kebahagiaan mulai bergeser dari yang asalnya kebahagiaan melalui materi menjadi kebahagiaan psikis yang dihasilkan oleh kehadiran seorang pasangan.
Kamu Kapan Punya Rumah?
Anehnya, tahap selanjutnya setelah pergeseran persepsi kebahagiaan itu, masih saja terdapat pertanyaan yang berhubungan dengan kebahagiaan materi, yakni “Kapan kamu punya rumah?” Memangnya kalau belum punya rumah kenapa, pasti orang tua menjawab lagi, “Ya supaya hidupmu bahagia dan tenang kan kalau sudah punya rumah.” Jadi bingung lagi nih si anak, sebenarnya ibu atau ayah ingin saya bahagia karena punya pendamping atau karena punya rumah.
Kapan Punya Anak?
Nah, kalau sudah punya rumah, biasanya orang tua akan bertanya “Kapan punya anak?” Kalau ditanya alasannya, pasti jawabannya “Ibu (ayah) ingin punya cucu. Lagian, nanti kalau kamu sudah tua memang mau tidak ada yang mengurus? Kalau punya anak kan ada yang urus dan memperhatikan nanti.” Intinya, parameter kebahagiaan sudah bergeser lagi menjadi kebahagiaan secara psikis.
Dari kelima pertanyaan ini, pasti kamu akan sampai pada tahap lelah (atau mungkin hanya saya saja yang lelah). Yang jelas, kamu mungkin akan berpikir atau bertanya pada dirimu sendiri, “Sebenarnya kebahagiaan seperti apa sih yang diinginkan orang tuaku? Materi atau bukan materi? Tapi kok dua-duanya dipertanyakan?”
Namun, dari kelima pertanyaan itu pulalah saya mulai menyadari bahwa kebahagiaan adalah apa yang membuat hidup manusia terasa nyaman dan tentram. Jangan sampai kamu mencari uang, padahal kamu tidak nyaman dengan hal itu. Atau jangan sampai kamu menikah, namun kamu tidak bahagia dengan pernikahanmu. Tentukan sendiri kebahagiaanmu jika kamu ingin benar-benar bahagia!